Mohon tunggu...
Lin Halimah
Lin Halimah Mohon Tunggu... lainnya -

Kecantikan tak berarti tanpa kesantunan budi pekerti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyingkap Rahasia Rahab Ganendra dalam Mencipta Puisi

4 September 2014   06:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:39 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14097600921445285981

[caption id="attachment_357075" align="aligncenter" width="396" caption="Profil Rahab Ganendra - Sang Pujangga Bulan"][/caption]

Sumber gambar disini

Siapa yang tak kenal Kompasianer Rahab Ganendra? Rata-rata para fiksiner di Kompasiana yang tergabung dalam Fiksiana Community pasti mengenalnya. Ia adalah penulis puisi paling produktif di Kompasiana. Ia menjadi Kompasianer sejak 6 September 2011, telah menulis 452 artikel, memberikan tanggapan sebanyak 7.157 tanggapan. Berteman dengan 1.112 Kompasianer.

Dalam catatan saya sejak Januari tahun 2014 sampai sekarang sosok berprofil pria bertopi hitam dengan warna profil hitam-putih telah membuat 270 puisi. Jadi rata-rata setiap hari ia konsisten mencipta satu puisi. Dan puisinya ia ciptakan hampir di malam hari antara pukul 9 malam sampai dini hari. Seringkali puisinya menjadi Headline atau HL Kompasiana blok keroyokan (reporter journalism) terbesar di Indonesia ini yang dibidani oleh Pepih Nugraha. Frekuensi HL paling tinggi ia dapatkan di bulan Januari 2014 sebanyak 10 kali, kemudian Februari 5 kali, Mei, Juni dan Juli masing-masing 4 kali, Maret dan April masing-masing 3 kali dan Agustus serta September masing-masing sekali. Sampai 03 September 2014 terhitung total ganjaran HL sebanyak 41 kali atau setiap minggu selama 9 bulan ia dapat dipastikan ada satu karyanya yang menjadi HL.

Masterpiece karyanya sampai tulisan ini ditulis di bulan Juni 2014 dibaca oleh 1.062 pembaca dan berlabel 32 bintang yaitu puisi yang berjudul "Perempuan Berhati Baja." Puisi yang bercerita tentang Tri Rismaharini walikota Surabaya, disusul "Kampanye Kurawa" dibaca 900 orang berbintang 14 buah dan dicipta pada bulan Mei 2014.

Mencipta puisi memang tidak hanya memerlukan energi dan konsentrasi, puisi tidak hanya sekedar diksi dan indahnya kata-kata yang tertata dengan kaidah tertentu. Puisi adalah subyektif hasil perenungan seseorang karena melihat suatu peristiwa atau pengalaman yang ia atau orang lain alami. Terciptanya sebuah puisi hampir memerlukan situasi yang tenang dan hening. Maka tak salah jika Rahab mencipta puisi-puisinya di malam hari. Karena pada waktu malam situasi hening dan sepi, konsentrasi inspirasi pun bisa penuh sehingga penciptaan puisi bisa lebih lancar. Karena kebiasaannya itu, tak salah jika saya menjulukinya sebagai Pujangga Bulan. Saya cukup punya alasan menjulukinya demikian, hal yang menurut saya paling tepat adalah karena ia penikmat malam dimana bulan sedang bersinar baik itu dalam bentuk sabit atau purnama.

Situasi dan peristiwa banyak menjadi sumber inspirasi Rahab dalam mencipta puisi. Hari-hari penting dan peristiwa yang aktual dan faktual selalu menjadi tema dalam mencipta puisinya. Misalnya "Nafas Subsidi" yang mengungkap hilangnya minyak di SPBU sehingga menyebabkan penderitaan masyarakat; "Jari Maha Raja" soal besarnya kekuatan jari-jemari rakyat dalam pilpres, dan lain-lain.

Ia adalah idola saya dalam mencipta puisi, bahkan Kompasianer Mas Wahyu (Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia) yang juga sahabat dekatnya itu mengaku banyak belajar dari Rahab Ganendra dalam berpuisi. "Ikuti kata hati dalam mencipta puisi" demikian rahasia penting yang Rahab berikan kepada Mas Wahyu, saat saya bertanya kepada Mas Wahyu soal kegemarannya mencipta puisi beberapa bulan terakhir. Hati memang sumber segala ungkapan. Rasa cinta, benci, rindu, sedih, gembira, simpati, empati, maaf, dendam, kasih, sayang dan rasa lain semua bersumber dari hati. Nasehat itu diikuti dengan baik oleh Mas Wahyu sehingga ia menuai hasil seperti halnya Rahab, walaupun baru beberapa puisi, ia pun bisa menempatkan beberapa puisinya di kolom HL. Misalnya "Satu Kata dalam Seribu Tanya." Jadi ikuti kata hati, itu kunci mencipta puisi.

-------
Lin Halimah, Phnom Penh, 03 September 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun