Mohon tunggu...
Lin
Lin Mohon Tunggu... Guru - Teacher, Writer, and Entrepreneur

Seorang guru yang memiliki mimpi menjadi seorang penulis yang menginspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayo Ciptakan Senyum Kuadratmu dengan Gemar Berbagi!

31 Desember 2020   21:29 Diperbarui: 6 Januari 2021   23:13 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pixabay.com

Ada yang bilang, bahagia itu sederhana. Bisa diraih tanpa perlu banyak harta atau tenar dengan menjadi sosialita yang gemar tamasya dan berbagi status di media sosial. Awalnya saya agak ragu dengan pendapat itu. Kesedihan dan penderitaan itu ya saat perut kelaparan dan hidup sebagai tunawisma tanpa pekerjaan. Sedangkan kebahagiaan ya kalau hal sebaliknya yang terjadi: banyak harta dan status tinggi dalam strata kehidupan.

Akhirnya saya selalu hemat habis-habisan ketika gajian. Saya lebih memilih belanja kebutuhan bulanan yang lagi promo dan mengenyampingkan merek maupun kualitas dari barang yang saya beli. Kalau sakit, saya lebih pilih minum jamu. Kalau bisa ya jangan sakit.

Saya juga selalu menunda-nunda saat ingin menghitung harta yang harus dizakatkan. Pikir saya, harta akan berkurang jika kita berbagi, memberi, dan menyantuni mereka yang membutuhkan. Seperti perhitungan matematika, jika sebuah angka dikurangi, hasil akhirnya jadi lebih kecil. Pemikiran yang rasional bukan? Ternyata tidak.

Lambat laun, saya berpikir bahwa bukan perilaku hemat yang saya terapkan akhir-akhir ini, tapi cenderung ke perilaku kikir. Saya sangat tertohok sekaligus tersadarkan dengan sebuah kisah yang saya dengar dari seorang ustadz di YouTube.

Alkisah seorang petani yang tengah memeriksa ladangnya dan sedang memikirkan cara mengairi ladangnya yang kini sedang memasuki musim kemarau. Tiba-tiba petani ini (sebut saja petani pemikir) dikejutkan oleh suara yang mengiringi awan hitam. Suara itu menyeru awan untuk pergi ke ladang petani lain (sebut saja namanya X) yang kebetulan letaknya di sebelah ladang si petani pemikir tadi.

Sang petani pemikir pun automelongo melihat awan tersebut benar-benar bergerak ke arah ladang X. Lalu, turunlah hujan yang cukup deras dan benar-benar hanya di ladang X. Tumbuhannya tumbuh subur dan selalu berbuah sepanjang waktu. Sedangkan ladang si petani pemikir maupun ladang lainnya tetap kering.

Petani pemikir tentu ingin tahu alasan dari peristiwa yang di luar nalar tersebut (kalau saya jadi petani pemikir, sebutan kepo akut sangat cocok bagi saya). Oleh karena itu, bertanyalah ia pada X. Selidik punya selidik, ternyata X membagi tiga hasil panennya.

Pertama, ia alokasikan untuk  berbagi, memberi, dan menyantuni fakir miskin maupun orang yang membutuhkan. Ke dua, ia jadikan modal di ladangnya. Barulah yang terakhir untuk menafkahi keluarganya.

Perilaku tersebut tentu sangat ajaib di mata saya yang masih merasa berat untuk menyisihkan 2,5%-5% gaji untuk zakat (bukan 33% seperti yang X contohkan). Seperti sindiran yang membuat saya malu dan diingatkan kembali bahwa matematika Allah tentu berbeda dengan matematika manusia.

Hitungan kita mungkin harta akan berkurang jika digunakan untuk berbagi, memberi, dan menyantuni. Tapi justru akan diganti dengan rezeki yang berlipat. Tak hanya diganti dalam bentuk harta, bisa dengan nikmat sehat, dikelilingi oleh tetangga dan teman-teman yang baik atau semacamnya.

Bahkan, ada nilai plus yang sangat saya rasakan saat berusaha meniru perilaku X. Senyum saya yang awalnya datar dan dinilai irit oleh teman-teman saya, kini berganti senyum tulus. Ya, saya merasa lebih lepas dan tulus saat tersenyum. Mungkin ini yang disebut the real happiness, kebahagiaan yang sesungguhnya. Saya rasa, bahagia bukan hanya sederhana, tapi juga bisa menular.

Teman-teman bahkan menamai senyum saya dengan senyum kuadrat. Alasannya mungkin karena berkali lipat lebih kece daripada senyum-senyum saya sebelumnya. Ehm (batuk ala-ala minta perhatian). Saya baru sadar bahwa saya dikelilingi oleh orang-orang yang sama ajaibnya dengan X.

img-20200703-120127-5fedda898ede485e7a13f3c2.jpg
img-20200703-120127-5fedda898ede485e7a13f3c2.jpg

Sumber: Dokumentasi pribadi

Bahkan salah satu rekan kerja ternyata sering mengadakan syukuran dengan berbagi nasi kotak, memberi sumbangan baju yang dikirim via JNE, dan menyantuni anak yatim dengan nominal yang menurut saya sangat fantastis. Dalam hati saya berkata: ‘Hello, ke mana saja saya selama ini?’ Percaya deh, ini cara ajaib untuk menyembuhkan banyak hati yang patah atau sering merasa kesepian saat di tengah keramaian. Eaaak …

Intinya yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahagia memang sederhana, sesederhana kebahagiaan mereka yang bisa tersenyum saat perut terisi. Sesederhana mereka yang bisa merasakan nyamannya tidur di kasur bertapkan genteng dan eternit setelah sebelumnya melewati malam dengan tidur beralaskan dinginnya lantai teras toko yang kadangkala terkena percikan air hujan.

Mungkin sesekali kita perlu mengunjungi daerah paling kumuh di lingkungan sekitar kita. Dengan begitu, keinginan untuk berbagi, memberi, dan menyantuni menjadi semakin besar. Tidak ada lagi perasaan selalu merasa kurang ini kurang itu, tabungan yang belum cukup untuk beli ini dan itu, serta perasaan negatif lainnya yang jika dibiarkan tumbuh akan semakin mengerdilkan hati. Hati yang terasa sempit akan mempersulit diri dalam mengekspresikan senyum bahagia.

Berbagi juga bisa menjadi terapi sosial sekaligus emosional. Karena saat kita berbagi dengan sesama, sejatinya kita sedang memberi dan menyantuni diri sendiri. Kebahagiaan berlipat yang hanya bisa dirasakan oleh orang yang gemar berbagi. Jadi, siapkah untuk Tunggu apa lagi? Ayo ciptakan senyum kuadratmu dengan gemar berbagi.

smilie-495999-1280-5fedda3ad541df45e0135ca2.jpg
smilie-495999-1280-5fedda3ad541df45e0135ca2.jpg

Sumber: pixabay.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun