Isu mengenai P.diddy telah naik dan booming di masyarakat saat ini. Kasus pdiddy ini menjadi perbincangan di media sosial, entah negara atau mancanegara. Banyak dugaan mengenai perdagangan seks, pemerkosaan dan penculikan anak dibawah umur juga terjadi. Tak hanya itu, banyak ditemukan cctv dalam rumah rapper tersebut, sehingga muncul anggapan bahwa cctv ini merekam kejadian pesta freak off yang dilakukan oleh P.diddy.
Kasus yang dilakukan sangat fatal karena banyak korban terutama perempuan dan anak dibawah umur yang terlibat dan dirugikan. Pemerkosaan yang dilakukan kepada korban juga memberikan trauma yang mendalam. Trauma yang ditimbulkan bisa seperti korban yang mengisolasikan diri dan menghindari kontak dengan orang lain.
Perdagangan seks, pemerkosaan dan penculikan anak dibawah umur yang dilakuan P.diddy juga melanggar kemanusiaan. Perilaku ini merupakan penyelewengan dari sila ke-2 yaitu terlupakannya adab yang berlaku, dimana berhubungan dengan kemanusiaan. Menurut saya para korban juga patut diacungi jempol, karena mereka berani bersuara meskipun saya yakin bahwa hal tersebut tidak mudah, karena harus melawan trauma yang diterima.Â
Dari kasus ini juga bisa meningkatkan risiko dalam memperburuk ataupun memperparah stereotip negatif tentang pria kulit hitam di industri hiburan, terutama di Eropa. Sehingga banyak warga berkulit hitam yang tak tahu menahu dapat terkena dampak pada cara mereka dipandang, dalam segi sosial maupun lainnya. Bahkan sebelum ini, banyak sekali gerakan atau demo yang berhubungan dengan black lives matter, dengan kasus ini stigma buruk mengenai pria maupun masyarakat kulit hitam semakin melekat.
Selain itu, kejahatan yang dilakukan oleh P.Diddy dapat menciptakan timbulnya rasa ketidakpastian dan ketakutan di kalangan artis muda yang bernaung di bawah labelnya. Mereka mungkin merasa tertekan atau tidak aman karena lingkungan kerja yang berpotensi buruk, entah dalam aspek karir karena nama label mereka sudah tercoreng, maupun perbuatan buruk yang sudah tertanam dalam label tersebut. Artis muda dalam label ini juga dihawatirkan menormalisasikan hal tersebut, karena mereka terbiasa melihat bagaimana senior mereka berperilaku.
Melihat dari kasus yang dilakukan oleh P.diddy, tidak ada penyediaan dukungan yang memadai bagi korban, seperti akses ke layanan konseling atau bantuan hukum, dimana hal ini sangat dibutuhkan untuk proses pemulihan pada korban. Harapan saya adalah semoga media massa maupun instansi pemerintah sekitar dapat memberikan bantuan hukum dan konseling kepada para korban, tidak hanya pada kasus P.diddy, namun pada setiap kasus yang terjadi. Saya juga berharap tidak ada pihak-pihak lagi yang menjadi korban kasus seperti ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H