[caption id="attachment_56551" align="alignleft" width="300" caption="Kotbah bupati sepanjang jalan di Tapanuli Tengah (Sumber: FB Peduli Tapteng)"][/caption] Tuhan Berfirman di Tapanuli Tengah? Saya kutipkan di bawah ini apa yang dituliskan oleh Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Tapteng yang dimuat di Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) pada tanggal 19 Nov 2009 lalu sebagai hak jawab Pemkab atas pemberitaan di harian ini menyangkut: Proyek PNPM Mandiri, Pembangunan Jalan Setapak di Kelurahan Pasir Bidang Tapteng, walau yang menjadi perhatian saya dalam tulisan ini bukanlah soal proyek-proyek yang bermasalah ini tetapi soal "religiositas" yang hendak dipamerkan oleh pihak Pemkab Tapteng. Inilah kutipan itu: Tuhan berfirman: Jadilah manusia yang berarti bagi orang lain, jangan menciptakan konflik atau membuat orang lain tidak enak, karena dosa yang dilakukan Bapak/Ibu mempunyai konsekuensi bagi anak cucu bahkan keturunannya, oleh sebab itu Pemkab Tapteng mempunyai filosofi : “Waktumu sangat singkat, ingat hari-harimu, perbuatlah yang terbaik semasa kamu hidup”. Dengan demikian kepada semua pihak, marilah kita belajar dewasa dan berusaha berbuat baik sebelum Tuhan memanggil kita kesisi-Nya, karena Tuhan menciptakan manusia dengan dua mata, dua telinga dan satu mulut, agar manusia lebih banyak melihat dan mendengar, bukan banyak bicara. Karena setiap pembicaraan adalah hasil dari yang didengar dan dilihat bukan reka-reka atau menurut kata orang, agar kita layak disorga kelak. Oleh karena itu jangan jadi penyebar isu negatif karena berbohong adalah dosa besar dan tertutup pintu sorga baginya, kalau tidak bisa memberi doakanlah, jangan jadi provokator. Demikian Hak Jawab ini kami sampaikan, terima kasih.
(Sumber: Pemkab Tapanuli Tengah Klarifikasi Berita SIB)
Apa orang saleh suka mengkotbahkan kesalehannya? Kapan dan di mana Tuhan pernah berfirman seperti yang disebutkan oleh pihak Pemkab Tapteng ini:Tuhan berfirman: Jadilah manusia yang berarti bagi orang lain, jangan menciptakan konflik atau membuat orang lain tidak enak, karena dosa yang dilakukan Bapak/Ibu mempunyai konsekuensi bagi anak cucu bahkan keturunannya, yang lalu: oleh sebab itu Pemkab Tapteng mempunyai filosofi : “Waktumu sangat singkat, ingat hari-harimu, perbuatlah yang terbaik semasa kamu hidup”. Kalau salah satu sasaran firman a la Pemkab ini adalah Pastor Rantinus Manalu Pr yang mempertanyakan proyek-proyek pembangunan yang dilakukan oleh Pemkab di Tapteng termasuk kedua proyek di atas, betapa aneh sebab seorang pastor tidak beranak cucu atau berketurunan. Pastor berkaul miskin; tidak ada harta dan keluarga (anak-istri). Kita tanya pun orang yang hafal Alkitab, tidak ada firman macam ini di dalam Alkitab:Tuhan berfirman: Jadilah manusia yang berarti bagi orang lain, jangan menciptakan konflik atau membuat orang lain tidak enak, karena dosa yang dilakukan Bapak/Ibu mempunyai konsekuensi bagi anak cucu bahkan keturunannya, Alangkah "berani" pihak Pemkab mengatakan bahwa Tuhan berfirman seperti yang mereka tuliskan ini. Di mana dan kapan? Maksud firman ini: jangan menciptakan konflik atau membuat orang lain tidak enak apa? Ya tidak enak memang kalau proyek-proyek bermasalah dibongkar tetapi lebih tidak enak lagi kalau rakyat harus menderita di negerinya sendiri karena berbagai macam penyelewengan yang justru dilakukan oleh pemerintah sendiri. Apa gunanya kalau segelintir orang gemuk dan berlemak karena kelebihan makan sementara yang lain kurang gizi dan hidup tidak layak bukan karena mereka tidak mau bekerja tetapi karena tanah mereka diserobot? Kan mubazir itu dan pasti juga akan kena stroke dan berbagai macam penyakit lainnya. Apa gunanya kalau segelintir orang naik mobil mewah yang membuatnya jarang bergerak dan akhirnya pasti juga berpikir sempit karena darah tidak bisa leluasa bergerak sampai ke pembuluh-pembuluh yang ada di kepala dan otak sementara yang lain berpeluh dan berkeringat jagung dari pagi hingga petang itupun masih pula harus menanggung teror dari termasuk aparat negara? Orang kaya apa bisa hidup tenang di tengah-tengah orang miskin? Si kaya ini akan membentengi dirinya dengan jeruji di sekeliling rumah; kalau bepergian harus pakai tukang-pukul (body-guard), dan tingkat kecurigaannya pada orang lain besar. Apa enaknya menjadi manusia macam ini? Luar biasa filosofi Pemkab Tapteng ini:“Waktumu sangat singkat, ingat hari-harimu, perbuatlah yang terbaik semasa kamu hidup”. Ini dengan mudah bisa kita balikkan kepada Pemkab Tapteng sendiri.Tugas Pemkab nampaknya tidak hanya menjalankan fungsi pemerintahan tetapi juga berkotbah melebihi pendeta atau pastor atau ustadz. "Jangan kuatir, TUHAN menyertaimu dan menolongmu setiap saat, Perbuatlah yang terbaik karena kehidupanmu berada di tangan TUHAN" adalah bunyi pesan dari bupati Tapteng yang dipajang sepanjang jalan di Tapteng untuk mengucapkan selamat natal dan tahun baru seperti yang terdapat dalam gambar di atas. Di sisi kiri dan kanan tulisan ini terpampang foto diri bupati beserta istri. Ada beberapa hal yang menarik untuk dibongkar dari isi pesan di atas: Pertama: apa yang dikuatirkan dan siapa yang kuatir? Kalau kita baca pesan itu dan memperhatikan konteksnya yang dipajang di sepanjang jalan raya di Tapteng, maka kita bisa menangkap bahwa pesan itu ditujukan kepada warga Tapteng atau siapa saja yang membacanya. Betapa "kudus" pesan ini ya? Apakah penyampai pesan sekudus pesannya? Kedua: Penting untuk memperhatikan mengapa pemerintah walau dalam musim perayaan keagamaan menyitir hal-hal yang berbau keagamaan yang kesuci-sucian. Apa tujuan modus kesuci-sucian macam ini? Bisa jadi ini tidak hanya terjadi di Tapteng tetapi juga di banyak tempat di Indonesia ini? Ketiga: Bisa jadi sampai pada level tertentu, rakyat terutama yang di pelosok yang jauh dari pusat pemerintahan apalagi Jakarta terkecoh dengan pesan-pesan yang bernada kekudus-kudusan yang disampaikan oleh pemerintah. Kalau pemerintah berbuat demi kepentingan rakyat: tidak korupsi, tidak menindas, tidak meneror --- secara otomatis itulah bentuk kesucian yang paling tinggi yang bisa diberikan oleh pemerintah lewat jajarannya dari pusat sampai daerah. Sebaliknya, sampai berbusa-busa pun pemerintah berkotbah (padahal itu bukan tugasnya melainkan melayani masyarakat - berkotbah itu tugas pimpinan agama seperti pastor, ustadz dan pendeta) ya tidak ada gunanya kalau dalam praktik ia menyengsarakan rakyat. Jadi mari kita perhatikan bagaimana tindak-tanduk pemerintah yang suka berkotbah; ada apa kok suka berkotbah? *** Tulisan-tulisan terkait: http://polhukam.kompasiana.com/2009/12/18/mari-bergerak-untuk-pejuang-ham-dari-sibolga-saudara-saudari/
http://polhukam.kompasiana.com/2009/12/21/negara-monster-bagi-rakyat/
http://sosbud.kompasiana.com/2010/01/08/dugaan-korupsi-pemkab-tapten
http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/18/apa-salah-robinson-tarihoran/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H