Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesta Panen Parmalim di Tanah Batak

24 Agustus 2010   01:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:46 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertanyaan-pertanyaan yang Membekukanku

Seseorang dari Medan meminta saya menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini yang dia kirimkan lewat email; pengirim pertanyaan memosisikan saya sebagai pemerhati Parmalim. Sejak kapan pula itu? Orang-orang Parmalim bisa mentertawakan saya kalau begini. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan ini merupakan bagian dari pengumpulan data-data untuk sebuah penelitiannya bersama rekan-rekannya.

Isi pertanyaan-pertanyaan membuat otak saya malah membeku; artinya saya kehilangan gairah untuk menjawab.

1.Sejak kapan dan bagaimana Anda mengenal Parmalim?

2.Bagaimana pandangan dan perasaan anda tentang Parmalim?

3.Menurut Anda apa nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh Parmalim yang berbeda dengan penganut agama / kepercayaan lain?

4.Bagaiamana Anda melihat realitas masyarakat Parmalim saat ini?

5.Menurut Anda, apa persoalan utama yang dihadapi Parmalim saat ini?

6.Apakah Anda melihat ada dan apa upaya-upaya Parmalim menyesuaikan diri dengan nilai-nilai agama / kepercayaan lain?

7.Bagaimana Parmalim bisa bertahan?

8.Menurut Anda, bagaimana seharusnya masyarakat dan pemerintah memperlakukan Parmalim?

Jawaban singkat bisa saya berikan untuk semua pertanyaan di atas:

1. Sejak lama

2. Biasa-biasa saja

3. Tidak tahu

4. Saya tidak banyak bergaul dengan mereka, hanya kenal beberapa orang saja. Yang saya tahu adalah mereka tak dapat meneruskan mendirikan rumah ibadah mereka di Jl Air Bersih Medan karena penduduk sekitarnya yang mayoritas Kristen menolak pembangunan rumah ibadah itu.

5. Saya tidak tahu, kalau saya bilang soal rumah ibadah, belum tentu itu.

6. Mengapa rupanya Parmalim harus menyesuaikan-menyesuaikan diri dengan nilai-nilai agama/kepercayaan lain? (Pertanyaan saya jawab dengan pertanyaan).

7. Saya kira dengan tetap makan setiap hari. :))

8. Adil sajalah, memberikan hak yang sama bagi Parmalim seperti bagi warga negara lainnya.

Menyaksikan Pesta Sipaha Lima (Pesta Panen) Parmalim di Laguboti

[caption id="attachment_236924" align="alignleft" width="300" caption="(Sumber: FB Hotli Simanjuntak)"][/caption]

Setiap tahun, biasanya di bulan Maret, Parmalim yang berpusat di Huta Tinggi Laguboti mengadakan perayaan pesta panen.

Pada tahun 2007, saya pergi ke Huta Tinggi, tinggal di rumah orang tua Pak Monang Naipospos, sekretaris jenderal Parmalim yang berpusat di sana.

Pada waktu itu, pemeluk Agama Malim berdatangan dari berbagai wilayah, istilah umumnya, dari Desa Na Walu (dari seluruh penjuru).

Semua acara berlangsung dengan tertib dan hikmat, sejak pagi sampai malam.

Di sebuah warung, saya bertemu dengan seorang Bapak bermarga Tobing yang merupakan anggota jemaat HKBP.

Pertemuan dengan Pak Tobing itu menarik sebab saya menjadi tahu hal-hal penting berkaitan dengan Parmalim.

"Kau perhatikannya bagaimana mereka itu tadi saat makan? Beda kali dengan di gereja kan?" ungkap Pak Tobing.

Saat makan tiba, seluruh umat Parmalim duduk tertib dan rapi. Proses pembagian makanan berlangsung dengan baik.

Kalau di gereja, alamaak, prilaku umat bisa macam yang belum tahu sopan-santun. Ada yang berteriak-teriak belum mendapatkan makanan atau minuman, kurang ini dan itu. Duduk pun tidak teratur menyebabkan proses pembagian makanan menjadi sulit. Saat makan merupakan saat di mana huru-hara mulai timbul. Benar-benar bisa memalukan.

Pak Tobing menyampaikan pada saya, begitulah kebiasaan para penganut Agama Malim itu. Itulah bukti kemaliman mereka. Malim secara luas berarti orang yang berilmu dan tahu kealiman, sopan-santun tata-krama sebagai manusia. Grasak-grusuk jelas bukan ciri orang yang malim.

Acara keagamaan Parmalim juga berlangsung secara hikmat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun