[caption id="attachment_92417" align="alignleft" width="300" caption="Dua orang petugas berjalan mendekati seorang perempuan muda, Ledein, 23/6/07. (Foto oleh: LTS) "][/caption] Saya mengambil foto-foto di bawah ini pada pertengahan 2007 lalu, tak jauh dari Universitas Leiden; sangat dekat dari Hotel Nieuw Minerva di Jl Boommarkt. Dua hari dalam sepekan, ada pasar-terbuka di daerah ini di kedua sisi sungai (kanal...?). Saya senang dengan pasar terbuka ini di mana banyak penjual buah, sayur, bunga dan berbagai macam jenis makanan dan keperluan. Salah satu kejadian yang saya lihat pada waktu itu adalah dua orang petugas keamanan berpakaian putih-biru dan bertopi mendatangi seorang perempuan yang sedang duduk di sisi jalan yang sedang dalam perbaikan. Perempuan muda ini baru saja mulai memainkan akordionnya, mengamen. Saya melihat perempuan muda itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, paspor bersampul merah tua. Di atas tas akordionya yang terletak di depannya seseorang telah memberikan satu koin bernilai satu Euro --- dia baru saja mulai mengamen. [caption id="attachment_92418" align="alignright" width="300" caption="(Kedua petugas sudah berada di depan si perempuan muda pemain akordion. (Foto oleh: LTS) "][/caption] Kedua petugas keamanan itu tak lama berbicara dengannya; mereka segera pergi. Entah apa isi pembicaraan itu. Yang jelas, perempuan muda itu merasa sedih. Ketika petugas itu mendatanginya, orang-orang yang sedang melewati jalan di mana dia mengamen sempat menaruh perhatian terhadapnya dan kedua petugas keamanan yang mendatanginya --- situasi begitu memang potensial mengundang perhatian. Berada dalam posisi si perempuan muda itu jelas tak menyenangkan; kita bisa merasa mengecil dan kehilangan sebagian harga diri. Masih syukur bahwa petugas itu hanya berada di sana sebentar lalu meninggalkannya. Saya tidak tahu apa yang terjadi kepada perempuan muda itu selanjutnya; apakah dia bermain akordion lagi? Siapakah dia? Wajahnya dan sikapnya menurut saya menunjukkan bahwa dia bukan warga negara Belanda. Pendatang dari manakah dia? Apa sebab dia datang ke Belanda? [caption id="attachment_92419" align="alignleft" width="222" caption="Perempuan pemain akordion menunjukkan paspornya bersampul merah tua. (Foto oleh: LTS) "][/caption] Kejadian itu sudah dua tahun lebih berlalu. Di manakah dia sekarang? Masihkah di Belanda? Sudah jadi apa dia sekarang? Masih bermain akordion? Anak manusia tak bisa memilih lahir dari siapa dan di negara mana. Sebagian negara di dunia ini berperang dan berkonflik yang mengakibatkan kehidupan warganya kacau balau dan banyak orang menderita. Di antara mereka ada yang berani melangkah, meninggalkan negerinya agar bisa bertahan hidup. Saya duga, itu juga yang terjadi pada perempuan muda pemain akordion ini. Dia berjuang dan menghidupi dirinya dan bisa jadi juga keluarganya, ayah ibu dan saudara-saudarinya yang barangkali masih tinggal di negara asalnya dengan bermain akordion. Bisa jadi, dia juga mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain selain bermain akordion. Siapa yang peduli ya? Orang-orang berjalan melintasinya saat bermain akordion. Dalam foto yang saya ambil, saya memperhatikan lagak dua orang perempuan yang melihatnya penuh tanya dan kesan kurang simpati. Ada juga seorang perempuan yang mungkin karena buru-buru memandang lurus ke depan meneruskan langkahnya. Macam-macam reaksi orang melihat permukaan penderitaan dan kesusahan orang lain. [caption id="attachment_92421" align="alignright" width="300" caption="Setelah kedua petugas keamanan meninggalkan perempuan pemain akordion. (Foto oleh: LTS) "][/caption] Saya tidak tahu siapa perempuan muda itu dan dari negara mana dia persis berasal. Bagaimana kisah hidupnya dan apa yang mengharuskannya bermain akordion di jalan seperti yang dia lakukan itu. Yang saya tangkap dari ekspressi wajahnya: dia menderita, protes pada kehidupan tetapi tetap berjuang secara halal dan bermartabat. Sistem dalam kehidupan kita yang sering tidak adil kan: perang, konflik, hegemoni ekonomi dan sumber daya yang mengharuskan sebagian orang harus menyingkirkan diri secara terpaksa; mengais-ngais martabat kemanusiaannya dengan berbagai cara sekuat tenaga, termasuk seperti yang perempuan muda dalam foto ini lakukan. Walau begitu, kita tidak boleh lupa, justru orang-orang seperti perempuan muda ini bisa mengerti dan menghargai kehidupan dan orang lain jauh lebih baik daripada orang-orang yang mungkin tak mengalami penderitaan seberat yang dia alami. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H