Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pembacokan: Nasib Peneliti di Era SBY

9 Juli 2010   09:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:59 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_189466" align="alignleft" width="240" caption="(Sumber: www.koranbanten.com)"][/caption]

Tama Satrya Lankun, peneliti di Divisi Investigasi Publik Indonesia Corruption Watch mengalami pembacokan pada Kamis dini hari, 8 Juli 2010, usai nonton bola. TSL melakukan penelitian termasuk tentang rekening 'gendut' beberapa petinggi di Mabes Polri yang beritanya akhir-akhir ini riuh. Kronologi lengkap pembacokan silahkan Anda klik di sini: Pembacokan-Tama-Satrya-Langkun.

Penelitian di bidang korupsi dan uang-uang haram potensial memberikan resiko tak menyenangkan bagi si peneliti di negara yang sistem perlindungan hukumnya lemah terhadap warga negara. Dalam kasus ini, justru pihak penegak hukum pula yang borok-boroknya sedang dibongkar. Institusi-institusi penegakan hukum kita saja tidak bersih, sarat dengan berbagai tindakan korupsi. Bagaimana pula mengharapkan negeri ini bisa berjalan secara bermartabat?

Para pembacok yang sengaja meninggalkan korban mereka hidup dalam keadaan luka-luka parah, malah masih sempat mengembalikan helm TSL, sepertinya hendak meneror juga seolah-olah hendak mengatakan, jangan macam-macam lu ya!

Di zaman Orde Baru, yang pernah ada dulu adalah penembak misterius yang langsung menghabisi nyawa orang yang menjadi sasaran penihilan. Begitu antara lain cara Soeharto 'mengamanken' negeri ini. Sebagian warga sekarang ada yang justru rindu kembali ke zaman Harto karena keadaan kata mereka lebih aman, harga-harga relatif terjangkau, minyak tanah murah meriah. Sekarang?

Pembacokan terhadap TSL adalah teror bagi para peneliti dan lembaga-lembaga yang mempunyai kepedulian yang sama dengan ICW. Keadaan menjadi sulit sebab justru pihak penegak hukum kita, kepolisian, menjadi pihak yang juga bermasalah dan tidak bersih. Sudah lama kita menyaksikan drama-buruk institusi penegak hukum ini. Tingkat kepercayaan masyarakat secara umum terhadap polisi dan pemerintah secara umum juga rendah.

Di zaman Soeharto belum berkembang jejaring sosial seperti belakangan ini; email pun baru dikenal oleh sedikit penduduk negeri di penghujung era Orde Baru itu. Berita pembacokan TSL segera bisa dibaca oleh para anggota mailing list di berbagai group tidak hanya di Indonesia tetapi juga secara global. Walau tidak menjamin sepenuhnya keselamatan seorang yang berjuang melawan ketidakadilan, paling tidak bisa meredam sebagian kenekatan pihak-pihak yang terganggu karena aib mereka sedang terbongkar.

Berada di Jakarta di ibukota membuat berita tentang pembacokan TSL segera mudah kita ketahui. Akses ICW ke lembaga-lembaga penting di pusat pemerintahan juga jauh lebih mudah dibandingkan dengan akses mereka yang mengalami pengalaman mirip tetapi tinggal di daerah apalagi daerah terpencil. Media-media nasional yang banyak berada di Jakarta juga dengan cepat bisa memberitakan peristiwa yang terjadi pada TSL; hal yang sama tidak terjadi pada aktivis-aktivis di daerah.

Keadaan di daerah-daerah di Indonesia juga parah, itupun hanya ada satu dua media yang mau secara konsisten meliput. Salah seorang aktivis di Sumut yang pernah mengalami pembacokan adalah Edyanto Simatupang yang banyak mendampingi anggota masyarakat (umumnya) petani yang kehilangan tanah mereka akibat perluasan perkebunan sawit di Tapanuli Tengah. Rumah orangtua Edyanto pun hangus dibakar secara sengaja.

Pemerintah tidak tegas karena tidak bersih. Jadi mau apa kita ini? Tak mungkin pasrah saja kan? Kekerasan malah semakin mudah terjadi bahkan dengan membawa-bawa isu keagamaan. SBY sebagai kepala pemerintahan seolah tak punya nyali untuk mengatasi kekerasan-kekerasan yang semakin mengkuatirkan ini.  Kasus-kasus sebagian besar menguap begitu saja termasuk Gurita Cikeas-nya. Ada apa?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun