Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Parmalim Dalam Benak Batak Kristen

19 September 2010   03:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:08 3373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_263057" align="alignleft" width="300" caption="Eksekusi rumah ibadah Parmalim di Medan oleh aparat pemerintah setelah warga sekitar menolak kehadiran rumah ibadah ini, 2007"][/caption] Di penghujung tahun 2007, kami mengadakan workshop dialog antara agama di Medan; pesertanya pada umunya dari Sumatera Utara dan Aceh dan kaum muda dari berbagai latar belakang agama yang ada di daerah ini. Saya menemani salah satu rombongan ke lapangan. Kami berkunjung ke Jl Air Bersih Ujung di Medan. Keluarga-keluarga Parmalim telah menunggu kami di sana. Mereka menjelaskan apa itu Parmalim. Lalu kami mengunjungi tempat di mana Ruma Parsantian (Bale Parsaktian) Parmalim yang ada di sana, dekat dengan sungai dibangun. Ilalang sudah menjulang tinggi, kayu-kayu yang sudah menjadi rangka bangunan sudah mulai rusak. Sebelumnya saya pernah ke sana, belum ada ilalang, masih hanya sekedar rumput. Pembangunan rumah ibadah itu tidak bisa mereka lanjutkan karena warga sekitar yang mayoritas warga HKBP dan Kristen mengajukan keberatan kepada pemerintah setempat; pemerintah setempat yang sebelumnya telah memberikan izin agar meneruskan proses pembangunan rumah ibadah itu terpaksa menghentikan kegiatan pembangunan karena warga di sekitar situ, yang Kristen, ngotot datang ke kantor pemerintah memaksa pemerintah untuk menghentikan proses pembangunan rumah ibadah tersebut. Sekembali dari tempat di mana rumah ibadah itu dibangun, saya bercakap-cakap dengan seorang peserta workshop yang kebetulan Kristen dan warga HKBP, seorang mahasiswa teologia di salah satu Sekolah Tinggi Teologia tingkat akhir. Dalam benak si mahasiswa tingkat akhir ini, Parmalim itu kafir. Saya waktu itu sangat terkejut mengetahui apa yang ada di dalam benak dan mental anak muda itu. “Apakah kau punya teman Parmalim?” saya bertanya kepadanya. “Tidak ada,” jawabnya. “Apakah kau pernah bergaul dengan mereka atau berbincang-bincang dengan salah satu dari mereka?” lanjut saya. “Tidak pernah!” jawabnya. “Jadi bagaimana kau bisa punya pemikiran bahwa mereka itu kafir?” tanya saya kaget, heran dan marah. Lalu dia menjelaskan bahwa begitulah yang dia terima selama ini. Dari Mana Pola Pikir dan Mental Sempit Itu Berasal? Kekristenan masuk di Tanah Batak pada abad ke-19. Para missionaris punya pola pikir tertentu: superioritas Kristiani berpadu dengan imperialisme kultural Eropa. Agama pra-Kristen termasuk di Tanah Batak dilihat secara rendah dan kafir. Dari situlah bermula pola pikir superior dan inferior. Tugas para misionaris adalah mengkristenkan orang Batak; mereka mengira bahkan menyakini bahwa agama Batak (yang sangat rekat dengan adat) itu tidak-Kristiani; orang-orang Batak ada di dunia kegelapan. Mereka bawa kekristenan sebagai suluh. Mengkristenkan Batak pada masa itu adalah tugas penyelamatan. Sampai sekarang, pola pikir sempit dalam diri orang-orang Kristen Batak terhadap Parmalim yang salah kaprah itu masih terus berlangsung. Diam-diam atau terang-terangan. Dari mana sumber tingkah laku arogan dari penduduk yang ada di sekitar Jl Air Bersih Ujung yang menolah kehadiran rumah ibadah Parmalim di sana? Dari teologi yang ada di gereja; dari superioritas Kristiani yang sudah ditanamkan sejak zaman para misionaris itu. Orang-orang Batak harus bersedia melihat diri mereka kembali; para missionaris dari Eropa sudah lama kembali ke kampung halaman mereka entah di bumi di Eropa sana atau alam baka (baik di Eropa atau Tanah Batak). Perbaiki sikap terhadap Parmalim; perbaiki teologi yang ada selama ini. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun