Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mereka Menangis

28 Maret 2010   10:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:08 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_104478" align="alignleft" width="300" caption="Beginilah kehidupan sebagian saudara-saudari kita di Tapanuli Tengah yang semakin menderita akibat penyerobotan tanah oleh pihak pengusaha dengan dukungan pemerintah. Rumah ini merupakan rumah Partahian Simanungkalit, seorang petani yang menjadi korban pembunuhan akibat bersikukuh meminta ganti rugi tanahnya kepada pihak pengusaha. (Sumber: Album foto Facebook Edy Simatupang). "][/caption] Puluhan warga di Perkampungan Kuala Marus, Desa Sitardas, Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah, seketika histeris setelah melihat lahan tanaman miliknya ditraktor pekerja perusahaan sawit PT CPA, Rabu (25/3), sekitar pukul 11.30 WIB s/d 12.00 WIB. Para warga histeris karena setelah hampir 14 tahun mengelola lahan dan menanaminya dengan karet dan tanaman pertanian lainnya, tiba-tiba perusahaan sawit itu, mentraktornya dan meratakannya. Di lokasi kejadian, puluhan warga yang terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak itu, menangis. (Sumber: Edy Simatupang) Edy Simatupang, Aktivis Kemanusiaan Tapanuli Tengah Saya anak petani, sama seperti anak-anak yang menangis bersama bapak dan ibu mereka dalam uraian di atas. Bisa saya bayangkan dan rasakan kalau saya menjadi salah satu dari anak-anak itu, atau menjadi salah satu dari ibu-ibu itu. Saya juga bisa merasakan kalau bapak saya menjadi salah satu dari bapak-bapak itu; ibu saya menjadi salah satu dari ibu-ibu itu. Berada dalam posisi mereka tak terungkapkan dengan kata: tak berdaya, takut, kuatir; semuanya campur aduk menjadi satu. Walau begitu, mereka tetap berjuang minta keadilan dan kemanusiaan tegak terutama dari pemerintah dan pengusaha yang juga adalah manusia yang mustinya masih punya hati nurani setidaknya bekas-bekas nurani di dalam diri mereka. Anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak petani yang tanah mereka diserobot pengusaha kelapa sawit itu pastilah dilanda rasa kuatir yang besar. Siapa yang akan peduli pada mereka? Mereka akan menghidupi diri dan keluarga mereka dengan cara apa kalau sumber penghidupan mereka yaitu tanah-pertanian harus pula diambil secara paksa dari mereka? Penggalan di atas saya peroleh dari postingan Edy Simatupang di Facebooknya. Edy adalah koordinator Forum Pembela Tanah Rakyat (FPTR) di Tapanuli Tengah;  berjuang terutama untuk orang-orang miskin dan terpinggir di wilayah ini yang umumnya adalah petani, transmigran dan pengungsi asal Aceh. Sebagai pejuang dalam garis yang tidak mudah ini, ia telah melalui berbagai macam kesulitan yang bagi sebagian besar orang mungkin akan bersifat melumpuhkan. Rumah keluarga Edy dibakar oleh pihak yang tidak menyukai perjuangannya membela hak-hak azasi orang-orang miskin dan tertindas di Tapanuli Tengah. Edy juga menjadi sasaran penikaman di Medan beberapa waktu yang lalu. Penikamnya dipenjarakan tetapi otak di balik penikaman aktivis kemanusiaan ini tetap bisa lenggang kangkung dan malah meneruskan sepak-terjang perambahan lahan di Tapanuli Tengah. [caption id="attachment_104479" align="alignright" width="300" caption="Warga Tapanuli Tengah berbicara dengan Tim Komnas HAM, Johny Simanjuntak di Molhum, Tapanuli Tengah tentang kasus-kasus penyerobotan tanah warga, 08/10/2009. (Sumber: Album foto Facebook Edy Simatupang)"][/caption] Penyerobotan lahan itu baru terjadi dua hari yang lalu dan itu bukan yang pertama. Peristiwa macam itu sudah sering terjadi di Tapanuli Tengah. Mengikuti pemberitaan tentang Tapanuli Tengah bisa sangat melelahkan. Bisa jadi, lama-kelamaan, peristiwa ketidakadilan di sana seperti di berbagai tempat di Indonesia menjadi hal yang serba biasa bagi sebagian besar di antara kita? Pemerintah dan pihak pemilik modal pun kebal terhadap perbuatan-perbuatan keji sebagaimana digambarkan oleh Edy di awal tulisan ini. Siapa peduli pada para petani itu? Terhadap tangisan dan ketakutan mereka? Mereka jauh dari Jakarta. Edy dan para aktivis kemanusiaan asal Tapanuli Tengah dan pihak-pihak yang peduli pada warga negara yang diabaikan dan disingkirkan oleh negaranya sendiri telah beberapa kali ke Jakarta untuk menyuarakan pelanggaran hak-hakazasi manusia di Tapanuli Tengah. Jakarta bikin apa? Staf Komnas HAM dari Jakarta pun telah beberapa mengunjungi Tapanuli Tengah dan melihat langsung kondisi di lapangan; berbicara dengan warga yang tanah mereka diserobot oleh PT Nauli Sawit yang sampai sekarang konon tak jelas siapa pula pemiliknya. Penyerobotan tanah di Tapanuli Tengah hingga kini telah mencapai luas 6.000-an hektar, terjadi di beberapa kecamatan di kabupaten ini. Apa yang bisa kita lakukan sebagai warga republik ini dan terutama lagi sebagai manusia?*** Tulisan-tulisan berkaitan dengan topik di atas:

Pejuang HAM dari Tapteng

Negara, Moster bagi Rakyat

Selamat Natal?

Dugaan Korupsi Pemkab Tapteng

Membantu Rakyat Miskin Justru Mengalami Kriminalisasi

Apa Salah Robinson Tarihoran?

Tuhan Berfirman di Tapanuli Tengah?

Pastor dan Ustad

Refleksi Bersama Malam Ini

Hindu-Muslim Jabat Erat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun