Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengotori Bait Allah

1 Juni 2010   01:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:50 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_155007" align="alignleft" width="295" caption="(Source: http://dlibrary.acu.edu.au/research/theology/ejournal/aejt_9/priest.htm)"][/caption] Di Indonesia ini jarang kita menjumlai ateis. Achdiat K Miharja (lahir 1911) menerbitkan novel roman berjudul Atheis pada tahun 1949. Pada tahun 1965, warga negara di negeri ini mana berani lagi meneruskan ide Marxisme? Tokoh-tokoh dalam Atheis adalah para aktivis Marxisme. Hasan sang tokoh utama tercebur dalam Marxisme dengan setengah hati. Sebelum menghembuskan nafasnya yang paling akhir, dia toh kembali beragama. Sejak zaman Orde Baru sampai sekarang, warga di negeri ini adalah orang-orang yang beragama. Namun, bagaimana kualitas keberagamaan penduduk negeri ini? Jangan-jangan sebagian beragama adalah karena takut mendapat julukan komunis yang di zaman Orde Baru begitu menakutkan itu? Pada tahun 1965, warga negara yang tidak begitu mempedulikan apakah ia beragama atau tidak harus memilih beragama, memilih salah satu agama yang ada yang diakui oleh negara yang jumlahnya hanya lima biji itu yang bisa membuat warga negara dari negara di mana agama-agama ada puluhan bahkan ratusan geleng-geleng kepala. Agama-agama besar yang sekarang ini ada di Indonesia berasal dari luar Indonesia. Bisa jadi, karena bukan asli milik sendiri, keberakaran agama-agama luar inipun belum atau tidak mendalam dalam diri penduduk negeri ini. Penduduk negeri ini beragama tetapi mengapa tingkat korupsi di sini begitu tinggi? Setiap hari kita mendengar orang melakukan ibadah di berbagai tempat ibadah. Apa artinya semua ini? Berseru-seru bahkan berteriak-teriak menyebut nama Maha Pencipta tetapi terus pula melakukan apa yang tidak benar? Saya belum tahu apakah orang boleh merokok di dalam mesjid atau klenteng atau pura pada saat tidak sedang menjalankan ibadah, sebelum atau usai ibadah, sendiri atau bersama. Di gereja setahu saya, di Indonesia ini, mudah-mudahan tidak semua, sebagian orang terutama laki-laki bisa merokok seenaknya sebelum atau sesudah ibadah. Apalagi kalau ada pertemuan-pertemuan, bahkan pendeta pun ada juga yang meokok. Tingkah laku yang buruk ini terutama terjadi di kalangan gereja-gereja Protestan garis utama. Di kalangan kharismatik tidak demikian halnya sebab mereka menyerap ajaran yang mengatakan bahwa tubuh manusia adalah Bait Allah. Jadi merokok sama dengan mengotori Bait Allah. Penyadaran di kalangan Kristen kharismatik tentang bahaya merokok intensif dan langsung menohok ke pemikiran dalam kaitannya dengan iman. Hal yang begini jarang terjadi di kalangan Protestan garis utama. Saya mengapresiasi sikap Muhammadiyah yang mengatakan rokok itu haram. Saya setuju, itu memang HARAM sebab rokok adalah benda yang menghasilkan ribuan jenis racun dan memberikan dampak yang serba buruk bagi masyarakat. Menjual rokok itu sama dengan menjual narkoba atau narkotika bahkan bisa lebih buruk. Saya kira di dalam setiap agama ada pemahaman bahwa tubuh manusia baik adanya; Allah menciptakan manusia dengan baik. Mengotori tubuh dengan rokok, tidak hanya diri sendiri tetapi juga orang lain, sama dengan menghina Pencipta kan!***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun