Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menangkap Burung Puyuh

20 Februari 2010   01:43 Diperbarui: 4 April 2017   17:40 15336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_77902" align="alignleft" width="300" caption="Burung Puyuh (Sumber: http://hifzhanberau.wordpress.co...3/puyuh/)"][/caption] Banyak hal yang dapat kita bicarakan berkaitan dengan tradisi menanam padi di dalam masyarakat kita yang agraris. Salah satu yang hendak saya ceritakan di sini adalah kesibukan anak-anak dan remaja ketika musim menjaga padi dari gangguan burung-burung pemakan padi tiba. Dulu itu, karena semua penduduk kampung menanam padi secara serentak, jadi menjaga padi juga merupakan pekerjaan serentak di ladang-ladang yang saling bertetangga. Anak-anak mulai sibuk mempersiapkan apa yang kami sebut pias dan jobang. Kali ini saya mau cerita soal pias. Panjang pias sekitar 25 cm, lebar 15 cm dan  tinggi 20 cm. [caption id="attachment_79040" align="alignright" width="225" caption="Batang sanggar bagian bawah nampak berbuku-buku dan mudah kita patahkan. (Foto oleh: LTS) "][/caption] Pias terbuat dari bilah bambu dan batang sanggar. Sanggar adalah sejenis rumput berbatang besar berbuku-buku. Kulit luarnya berwarna kuning dan tipis, dalamnya berbentuk seperti gabus berwarna putih. Besarnya kira-kira sebesar jari-jari manusia, jadi ada yang kecil ada juga yang besar. Sanggar ini mudah kita tusuk dengan potongan-potongan bambu yang sudah kita siapkan sedemikian rupa kira-kira sebesar lidi. Pias ini berbentuk seperti rumah, rumah yang sederhana. Fungsinya adalah untuk menangkap burung puyuh yang biasanya ramai berdatangan ke perladangan padi terutama setelah bulir-bulir padi mulai berisi. Saya kira para burung puyuh itu juga senang makan padi. Salah satu yang paling hebat membuat pias dan jobang adalah abang saya yang paling besar. Di samping pias dan jobang, dia juga pintar membuat mobil-truk dari sanggar dan bambu. [caption id="attachment_79037" align="alignleft" width="300" caption="Sanggar, sejenis rumput yang banyak terdapat semak-semak seperti di tepi jalan raya menuju Tigaras ini. (Foto oleh: LTS)"][/caption] Abang saya akan meletakkan pias penangkap burung puyuh di tempat-tempat tertentu di ladang padi. Di dalam pias terdapat apa yang kami sebut siding. Siding ini terbuat dari tali yang kokoh, biasanya dari enau. Ukurannya kecil dan warnanya samar.  Abang saya melintangkan tali ini di dekat pintu masuk pias Tali ini tersambung ke pintu pias sehingga, begitu si burung puyuh masuk ke dalam pias hendak memakan biji jagung yang ada di bagian tengah pias, dia akan melewati dan menginjak siding/tali tadi. Begitu si burung puyuh melewati siding tadi, secara otomatis pintu akan tertutup; burung puyuh terkunci dalam pias. Kami ada istilah tertentu untuk melihat apakah di dalam pias sudah ada burung puyuh yang terkunci atau belum yaitu manlange (baca: mallange). Menerjemahkan kata ini ke dalam bahasa Indonesia kok sulit kali; macam tak ada padanannya, hehe. [caption id="attachment_79038" align="alignright" width="225" caption="Sanggar, sekilas mirip padi berukuran sangat besar. (Foto oleh: LTS)"][/caption] Kami dulu sering makan burung puyuh. Rasanya enak. Dalam Alkitab terdapat informasi bahwa konon, rasa daging yang paling lezat adalah daging burung puyuh. Saya kira itu benar tetapi daging burung puyuh yang masih bebas berkeliaran di alam bukan daging burung puyuh yang biasa belakangan ini orang-orang budidayakan/ternakkan. Mengejar burung puyuh di semak-semak yang tidak terlalu lebat juga menyenangkan. Burung puyuh suka menyelusup dengan lihai ke dalam semak-semak. Kalau kita juga tak kalah lihai, maka burung puyuh itu bisa kita tangkap saat bersembunyi diam-diam menghindar. Sekarang, saya kira tak ada lagi pembuat pias. Saya pun tak punya gambar pias tetapi saya yakin masih ada orang-orang kampung yang bisa membuat pias dari sanggar dan bambu. Alam semakin kerdil nampaknya di tangan manusia; jumlah burung puyuh pun saya kira telah jauh berkurang. Tak lagi macam dulu itu. Tak ada lagi menu burung puyuh bakar di ladang sekarang ini. *** Tulisan-tulisan berkaitan dengan padi: Jangan-sampai-varietas-padi-ini-hilang Tak-ada-lagi-pesta-panen-itu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun