Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Awas! Susu Instan Justru Mengandung Zat Oksidan Tinggi

23 Maret 2010   22:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:14 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_101028" align="alignleft" width="286" caption="(Sumber: Yoga Bear: rBGH, Cancer, and Sch...Milk)"][/caption] Susu yang dijual di toko adalah lemak teroksidasi Selain minyak, jenis makanan yang paling mudah teroksidasi adalah susu yang dibeli di toko. Sebelum diproses, susu mengandung banyak unsur yang baik. Contohnya, susu mengandung banyak jenis enzim, misalnya enzim yang menguraikan laktosa; lipase, yang menguraikan lemak; dan protase, enzim yang menguraikan protein. Susu dalam wujudnya yang alami juga mengandung laktoferin, yang dikenal memiliki efek antioksidan, anti-peradangan, antivirus, dan pengatur imunitas tubuh. Namun susu yang dijual di toko-toko telah kehilangan seluruh sifat baik ini melalui proses pengolahannya. Proses pengolahan susu adalah sebagai berikut. Pertama-tama mesin penghisap dihubungkan dengan puting susu sapi untuk memerah susu, yang kemudian disimpan sementara dalam sebuah tangki. Susu segar yang dikumpulkan dari setiap peternakan kemudian dipindahkan ke tangki yang lebih besar lagi, tempat susu itu kemudian diaduk dan dihomogenisasi. Yang sebenarnya terhomogenisasi adalah butiran-butiran lemak yang ditemukan dalam susu segar. Susu segar terdiri dari sekitar 40% lemak, tetapi sebagian besar lemak tersebut terdiri dari partikel-partikel lemak yang berbentuk butiran-butiran kecil. Semakin besar partikel lemak, semakin mudah mereka terapung. Jika susu segar dibiarkan, lemak akan menjadi sebuah lapisan krim di permukaan. Ketika sekali atau dua kali meminum susu botol pada saat masih kecil, saya ingat melihat sebuah lapisan krim lemak berwarna putih di bawah tutup botolnya. Saat itu susu tidak dihomogenisasi, jadi partikel-partikel lemaknya mengapung ke permukaan pada saat proses transportasi. Kini, sebuah mesin yang disebut mesin homogenisasi digunakan, dan secara mekanis partikel-partikel lemak pun dipecah menjadi lebih kecil. Hasil akhirnya adalah susu homogen. Namun, pada saat homogenisasi berlangsung, lemak susu yang terdapat dalam susu segar berikatan dengan oksigen sehingga mengubahnya menjadi lemak terhidrogenisasi (lemak teroksidasi). Lemak terhidrogenisasi berarti lemak yang telah terlalu banyak teroksidasi, atau dapat dikatakan telah berkarat. Seperti halnya semua lemak terhindrogenisasi, lemak dalam susu homogen buruk bagi tubuh. Namun, proses pengolahan belum selesai sampai di situ. Sebelum dipasarkan, susu homogen harus dipasteurisasi dengan panas untuk menekan berkembangbiaknya berbagai kuman dan bakteri. Metode yang paling banyak digunakan di dunia adalah proses pasteurisasi suhu tinggi waktu singkat dan suhu sangat tinggi waktu singkat (suhu sekitar 120 hingga 130 derajat Celcius selama dua satu sampai dua detik). Saya akan mengatakan hal ini berulang-ulang: Enzim sensitif terhadap panas dan mulai terurai pada suhu 48 derapat Celcius; pada suhu 115 derajat Celcius, enzim sudah hancur seluruhnya. Oleh karena itu, terlepas dari lama waktu yang digunakan dalam pemrosesan, pada suhu mencapai 130 derajat Celcius, enzim telah hampir seluruhnya rusak. Terlebih lagi jumlah lemak yang teroksidasi menigkat lebih banyak lagi pada suhu sangat tinggi dan suhu tinggi mengubah kualitas protein yang terdapat dalam susu. Sama halnya seperti kuning telur yang lama direbus mudah pecah, perubahan yang serupa pun terjadi pada protein. Laktoferin, yang sensitif terhadap panas juga rusak. Oleh karena telh dihomogenisasi dan dipasteurisasi, susu yang dijual di supermarket-supermarket di seluruh dunia tidak baik bagi Anda. (Sumber: Hiromi Shinya, MD, The Miracle of Enzyme, Qanita, 2009, hlm. 127-130) Uraian di atas saya kutipkan dari buku Hiromi Shinya khususnya bagi Anda yang mungkin belum sempat membaca buku ini. Ada beberapa topik penting yang bisa kita bahas dari buku ini. Salah seorang pembaca postingan saya sebelum ini memprotes bahwa saya berat sebelah dalam sumber dengan mengatakan mempergunakan satu sumber saja dalam hal ini buku dan pandangan Hiromi soal kesehatan. (Postingan soal susu instan sebelum ini ada di:Susu Instan Merusak Kesehatan. Si pembaca postingan menurut saya shock-berat dengan pandangan yang berbeda dari Hiromi soal kesehatan khususnya menyangkut susu instan yang tidak baik bagi kesehatan manusia itu. Dalam sejarah, kan memang para penemu yang baru itu jarang pula muncul secara bergerombol. Biasanya mereka hadir secara sendiri-sendiri dengan temuannya dan awalnya bisa menjadi cemoohan bagi yang sudah kadung biasa menerima pandangan yang sudah dianggap benar. Macam di Indonesia inilah: kan banyak dari kita yang telan begitu saja kebenaran empat sehat lima sempurna yang merupakan jualan Amerika biar mereka punya pasar untuk produk mereka yang pada tahun 1970-an ke belakangan secara besar-besaran beternak sapi secara tidak alami. Hiromi tidak membicarakan bagaimana kondisi sapi-sapi perahan dan bahkan sapi ternak yang ada di hampir seluruh dunia. Tinggal sedikit sapi yang hidup secara alami seperti yang bisa kita lihat di pedesaan-pedesaan Indonesia; petani memelihara satu atau beberapa ekor sapi dan memberikan rumput kepada sapi. Peternakan-peternakan besar bermodal besar dan raksasa itu mengurung sapi mereka dalam kandang besi; mengeksploitasi sapi mereka sedemikian rupa, memberikan makanan-makanan dan antibiotik yang membuat sapi itu bisa berproduksi secara cepat. Tidak hanya sapi, banyak ternak yang mengalami eksploitasi yang sama. Eksploitasi ini melanggar hak-hak hewan. Siapa bilang hanya manusia yang punya hak? Hewan kan punya hak juga untuk berjalan-jalan di dunia terbuka sebagaimana aslinya mereka; bukan terkurung dalam kandang demi pemuasan lidah manusia. Kondisi hewan yang terkurung dan dipaksa berproduksi secara tidak alami itu pun sudah mempengaruhi kualitas rasa. Beda kan rasa ayam kampung dengan ayam oto (ayam ternak yang dalam kandang itu, ayam negeri biasa sebagian dari kami bilang).Kami bilang ayam oto karena memang oto, artinya bodoh; ayam-bodoh. Mengapa sapi mengidap sapi-gila? Karena kemaruk; sampai serbuk tulang dan sisa-sisa sapi yang mati pun dijadikan makanan sapi. Jangan-jangan kalau manusia makan daging sapi atau susu sapi gila, manusia juga bisa menjadi gila? ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun