[caption id="attachment_103355" align="alignleft" width="256" caption="Paulina Sihaloho dan Limantina Sihaloho di Simarbangsi (dokumen pribadi), Jan. 2011"][/caption] Setelah banyak melakukan perjalanan dalam setahun terakhir ini, saya datang lagi euy: ber-kompasiana. Kali ini mau bersuka ria dengan hal-hal yang berkaitan dengan tanaman. Kalau lihat tanaman, yang jinak maupun yang liar, aduh, batin saya langsung kontak apalagi belakangan ini. Apalagi kalau lihat bunga yang sedang mekar, belum lagi bunga-bunga liar. Ya ampun, keindahan mereka sungguh memikat. Dulu, saya suka membawa beberapa jenis tetumbuhan liar yang bunga dan bentuk daunnya menurut saya unik. Saya ambil cangkol dan saya usahakan memindahkan mereka dan habitat liarnya pada musim hujan sehingga mudah tumbuh di sekitar rumah kami di Urung Panei. Saya pindahkan tanaman dengan akar masih merekat pada tanah di bawahnya ke halaman rumah yang jaraknya cukup jauh. Tak soal, saya suka dengan bentuknya yang artistik. Orang tua saya petani dan sejak dalam kandungan, saya sudah berinteraksi dengan tetumbuhan melalui ibu saya. Tak lama setelah lahir, orang tua saya sudah membawa saya ke ladang. Saya pastikan, masa kecil saya sampai saya masuk sekolah dasar berada di dekat tumbuh-tumbuhan di ladang kami, jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Maka tak heran, kota besar cenderung membosankan bagi saya. Kalaupun saya suka di kota, itu terutama karena kota menyediakan banyak tempat menarik seperti museum, perpustakaan, dan tempat berkumpul orang-orang kreatif dalam berbagai bidang yang sayangnya jauh lebih sedikit jumlahnya di wilayah pedesaan. Pedesaan dengan daerah pertaniannya adalah tempat yang sangat menyenangkan, laksana surga. Petani yang mempunyai lahan sendiri adalah tuan bagi dirinya sendiri. Tidak perlu korupsi seperti pejabat atau pegawai. Tidak perlu memberi makan anak-anak dan anggota keluarga dengan uang korupsi. Memeras keringat di bawah terik matahari dan hujan jauh lebih nikmat dan bertuah daripada lebih banyak ongkang-ongkang di kantor dan gajian setiap bulan dari pajak yang dikumpulkan dari masyarakat. [caption id="attachment_103356" align="alignright" width="322" caption="Limantina dan Paulina (dokumen pribadi), di Simarbangsi, Jan. 2011."][/caption] Saya senang ponakan saya, Paulina Sihaloho, tinggal di desa di Urung Panei. Hampir setiap hari dia ke ladang. Alam terbuka sangat menarik baginya. Saya yakin, semua anak-anak senang berada di alam terbuka; tempat berkelana yang paling menyenangkan. Saya sungguh kasihan pada anak-anak kota yang harus terkurung di kota, tidak leluasa bergerak, dan cenderung tidak mandiri. Anak-anak desa jauh lebih mandiri daripada anak-anak kota. Daya tahan mental anak-anak desa juga secara umum jauh lebih kuat daripada anak-anak kota. Bisa kita buktikan secara umum dengan cepat. Anak desa seperti ponakan saya Paulina, dalam usia 4 tahun sudah bisa melakukan banyak hal seperti mencuci piring dan menyapu rumah atas dasar kemaunannya sendiri dengan melihat orang-orang dewasa. Hampir seluruh masa siangnya dia habiskan dengan bergerak dan beraktivitas di alam terbuka baik di rumah maupun di ladang. Badannya menjadi elastis, kuat dan sehat. Anak kota cenderung sebaliknya. Sudah masuk sekolah dasar bahkan SMP masih minta dipakaikan sepatu mau ke sekolah oleh orang tua atau pembantu. Uh, agak memalukan. Saya sudah dengar banyak cerita bagaimana tidak mandiri anak-anak kota, secara umum. Sungguh memprihatinkan kecuali mereka yang mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H