Juga, sepanjang yang aku tahu, tak pernah kudengar ada petani yang menginginkan anaknya menjadi petani. Dalam benakku sejak kecil, bertani itu adalah pekerjaan buangan. Bahkan, dalam masyarakat Simalungun, ada sebuah lagu yang menyedihkan, yang menggambarkan betapa tidak menjanjikan pekerjaan menjadi petani.Â
Porini na hinan hubalosi podah ninang
Lang be tarononku hujuma-juma on
Sai hu juma do tong horjaku
Sai hu juma do tong horjaku
Ai namando da horja sidearan
Hu juma hu huta mando au
(Andai dulu kudengar nasehat ibuku
Aku tak akan menderita ke ladang tiap hari
Aku selalu ke ladang
Aku selalu ke ladang
Tinggal ini pekerjaan yang paling baik
Ke ladang ke kampung saja aku)
Itu pandangan ibuku yang lahir, besar dan melewatkan hampir seluruh hidupnya di sebuah kampung di Simalungun, kampung bernama Urung Panei.Â
Pedesaan Kita adalah Masa Depan Indonesia
Pandanganku berbeda dengan pandangan ibuku. Aku melewatkan sebagian besar masa kecil dan remajaku di Pulau Samosir. Aku beruntung sebab pulau berbatu-batu dan tandus itu telah memberiku kesempatan emas untuk mengasah otak dan melatih ketangguhan fisik. Beda dengan kalau aku hanya di Simalungun saja, mentalku mungkin akan cenderung lembek dan cenderung menjadi manusia yang nrimo, pasrah.Â