Sampai Kapan Kita Diam Saja?Â
(Catatan Singkat untuk Menteri Pendidikan Indonesia).
"Dek, kau lebih suka mana?", tanyaku pada salah satu teman kelas Paulina Sihaloho di SMA Bintang Timur bulan lalu, sekitar tiga minggu yang lalu saat menunggu pembagian rapor di kelas mereka, "dituliskan rengking dalam rapor kalian atau tidak usah dituliskan?"Â
Teman kelas Paulina mengatakan, "Aku lebih suka nggak usah dituliskan rengking di rapor."Â
Aku bertanya lagi kepada beberapa murid yang lain, dan jawaban mereka sama.Â
Turun dari lantai dua SMA Bintang Timur, sekilas kuperhatikan wajah lesu dan becut Paulina Sihaloho. Nampaknya dia kecewa. Aku malah heran. Kenapa dia kecewa? Di kelas dia rengking 9 dari 36. Kalau kubandingkan nilainya dengan nilaiku waktu aku kelas I SMA di sebuah sekolah negeri, nilai-nilainya jauh lebih tinggi. Jadi, aku heran kenapa dia lesu dan pucat.Â
Walaupun sudah di sekolah berbasis agama, jangan kira tak ada murid yang mencontek dan mempersiapkan kopekan, (apa sih istilahnya, saya juga nggak tahu, mereka bilang ya, "kopekan") saat ujian. Di SMA Bintang Timur, murid-muridnya ambisius sampai-sampai mereka punya istilah sendiri, "ambis".Â
"Kau lagi ambis?", itu bisa keluar dari mulut seorang murid kepada temannya. Itu artinya, "Kau lagi belajar?" Ambis itu dari kata ambisius.Â