Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Danau Toba sebagai Daerah Wisata yang Memikat

5 Januari 2023   18:25 Diperbarui: 5 Januari 2023   18:28 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Tanah kita subur asal jangan kita rusak)

Saya senang baca tulisan Repa Kustipia berkaitan dengan gastronomi. Saya malah baru dengar ada istilah itu, sebelumnya belum pernah dengar, mungkin pernah baca tapi pasti tidak memberi perhatian. Jadi, terima kasih Repa, telah membahas tentang topik itu. 

Masa kecil dan remaja saya lalui di Pulau Samosir. Ini salah satu wilayah yang 'beruntung' menjadi penerima dana dari pemerintah pusat untuk menggiatkan bisnis pariwisata. Konon, dana itu cukup besar jumlahnya. 

Otomatis, wilayah di sekitar Pulau Samosir juga masuk dalam perencanaan wilayah pariwisata. Bapakku dari suku Batak Toba dan saya besar di Pulau Samosir. Ibuku dari suku Batak Simalungun dan orang tuaku belakangan tinggal di wilayah Simalungun di seberang Pulau Samosir. 

(Negeri kita kurang indah apanya? Lihatlah bunga ini, tumbuh di negeri ini!)
(Negeri kita kurang indah apanya? Lihatlah bunga ini, tumbuh di negeri ini!)

Beberapa kendala yang saya perhatikan masih ada di Sumatra Utara khususnya di wilayah Danau Toba dan sekitarnya:

1. Pengelolaan sampah yang belum bagus. Ini menyedihkan. Harusnya dan saya/kita semua berharap pengelolaan sampah ini menjadi perhatian serius untuk kita tangani dan atasi bersama terutama oleh para pelaku bisnis. Kalau saya perhatikan, Tuktuk, di Pulau Samosir, sudah sejak dulu relatif bersih dibanding dengan wilayah lain bahkan seperti Parapat. Di Parapat, uuuuh, bisa ngeri. Pernah kami bersihkan sampah di tepi danau dan warga di situ agak nakal. Mungkin pola pendekatan kami yang kurang tepat? Bisa jadi.

2. Kuliner di Sumut khususnya di daerah Danau Toba dan sekitarnya yang mayoritas penduduknya beragama Kristen, dan banyak yang berasal dari suku-suku Batak menurutku perlu membenahi penampilan kuliner mereka. Lumayanlah sebenarnya jenis-jenis masakan khas yang dimiliki oleh suku-suku Batak tetapi perlu pembenahan sehingga tampilannya menarik, rasanya enak. Kalau menurutku, rasa sudah oke tapi penampilan masih perlu banyak pembenahan. 

3. Kebersihan lingkungan masih kurang padahal Alam Danau Toba itu menurutku nggak ada duanya dari segi keindahan dan keagungan! Sayang nian kalau para penduduk yang tinggal di wilayah Danau Toba dan sekitarnya terutama hanya mengharapkan pemerintah untuk menangani persoalan ini. Kita sebaiknya gotong-royong dan saling bantu/dukung sehingga kebersihan di seluruh negeri ini bisa jaga, rawat dan teruskan ke generasi berikutnya. 

4. Kampung-kampung di pedesaan di Sumatra Utara khususnya di sekitar Danau Toba sangat potensial menjadi kampung-kampung wisata. Hanya saja, masih perlu banyak usaha untuk mewujudkan mimpi ini menjadi kenyataan. Beberapa pilot project bisa diadakan, saya rasa ada banyak kampung yang bersedia menjadi pelopor menjadi kampung-kampung wisata. Aku juga sedang berpikir bagaimana mengorganisir kampung ibuku, Urung Panei, menjadi kampung wisata walau harus berjalan sekitar satu km ke arah Gunung Simarjarunjung agar kita bisa lihat Danau Toba di bawah sana. 

5. Mayoritas penduduk yang tinggal di sekitar Danau Toba adalah petani tetapi para petani ini, sepanjang yang saya tahu, selama ini, memang tidak begitu mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah. Mereka harus berjuang sendiri. Kalau panen berhasil dan ada harga dari panenan mereka, syukur, kalau tidak, mereka tanggung sendiri penderitaan mereka. Dengan pertumbuhan pariwisata di wilayah ini, tidak hanya para petani bisa menjadi pensuplai bahan pokok makanan alami di wilayah pariwisata tetapi juga para petani bisa menjadikan lahan pertanian mereka menjadi bagian dari bisnis pariwisata bekerja sama dengan Departemen Pertanian, Industri dan Pariwisata. 

tangkapan layar
tangkapan layar

Itulah beberapa kendala yang perlu diperhatikan dan ditemukan solusinya.

Kekuatan dan potensi besar pariwisata di Sumatra Utara khususnya di sekitar Danau Toba? Banyak!

 1. Keidahan alamnya yang luar biasa! Kalau Anda sudah nonton film Ngeri-Ngeri Sedap karya Bene Dion Rajagukguk itu, Anda tentu sudah bisa lihat bagaimana indahnya Alam Danau Toba dan sekitarnya. Jokowi pernah dan sudah beberapa kali di daerah Danau Toba dan sekitarnya. 

2. Budaya suku-suku bangsa Batak? Jangan tanya! Mereka ini salah satu yang bisa saya bilang cukup menonjol di negeri ini. Mereka, menurut saya, masih sangat kental terikat dengan adat-istiadatnya. Lihat saja di perantauan macam di Jakarta! Setiap marga punya perkumpulannya masing-masing. Kalau Anda ikuti kasus Brigadir Josua Hutabarat, di situ antara lain nampak pekat dan lekatnya para manusia-manusia Batak dengan sesama mereka orang Batak. Kelekatan itu sudah mengalir dalam darah mereka sejak mereka masih dalam kandungan. Jadi ini salah satu potensi budaya yang tentu saja mahal harganya. 

3. Dukungan pemerintah pusat yang menurut saya sejauh ini cukup baik. Hanya saja, itu tadi, soal pengelolaan sampah perlu bahu-membahu dengan semua pihak yang terkait. 

4. Infrastruktur jalan raya sudah lumayan bagus tetapi kalau bisa, pemerintah pusat perlu perhatikan lintas Tiga Runggu - Pematang Siantar terutama daerah Pematang Raya. Pematang Raya itu ibukota kabupaten! Jalannya jarang betul bagus. Sampai-sampai bupati Simalungun memasang spanduk di sepanjang jalan mulai dari Raya sampai Tiga Runggu bahwa jalan saya itu adalah jalan provinsi. Artinya bupati Simalungun mau bilang sama pengguna jalan raya agar jangan marah-marah sama dia sebagai bupati, marahi gubernur di Medan sana. 

5. Potensi pertanian di wilayah ini menjanjikan asal alamnya jangan terus dirusak dan dieksploitasi dengan ganas, dalam artian, ayo kita kembalikan harkat dan martabat Tanah, kita galakkan model pertanian organik dan kita mulai kerjakan sistem pertanian Permaculture yang masih asing bagi manusia Indonesia zama ini walau sebenarnya nenek moyang kita sudah biasa melakukannya tanpa menyebutkan istilah itu, permaculture.

(Tanah kita subur asal jangan kita rusak)
(Tanah kita subur asal jangan kita rusak)

6. Penduduk juga banyak di Sumatra Utara walau memang para pemikir dan manusia-manusia yang pergi merantau sekolah di tempat-tempat jauh, mayoritas memilih tinggal dan bekerja dan berdomisili di daerah rantau. Tak masalah, kita usahakan dengan apa yang kita miliki. Dalam waktu belakangan, ada juga fenomena sebagian perantau pulang kampung membenahi harta warisan orang tua mereka, terutama di daerah-daerah wisata.***

P.S. Semua foto dalam tulisan ini adalah dokumen pribadi dari Limantina Sihaloho. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun