Sementara aku menuliskan judul di atas, aku langsung ingat salah satu anjingku, si Mi Ming, yang punya hobby mengambil bungkusan sampah tetangga dalam kantongan plastik.Â
Dalam kantongan itu biasanya ada sisa-sisa makanan berupa daging dan ikan. Si Mi Ming akan memporak-porandakan seluruh isi kantong plastik itu. Kalau aku lihat, biasanya akan dia jatuhkan dan tinggalkan itu kantong plantik berisi sampah.Â
Sekali waktu, dari kejauhan, aku lihat dia melakukan tindakan yang sama, si Mi Ming membawa kantong itu ke ladang coklat. Pantas, aku kadang menemukan sampah-sampah rumah tangga berserakan di ladang itu.Â
Andai saja sampah-sampah tetanggaku nggak tergeletak sembarangan begitu saja, mungkin si Mi Ming tak ada urusan untuk membawa sampah-sampah itu dan mencakarinya karena aroma ikan atau daging? Andai saja ada tata kelola sampah yang baik, aman, rapi, berguna di tingkat RT seluruh negeri ini, alangkah bagusnya bagi kita semua!
Aku membaca tulisan Nara Ahirullah barusan, berkaitan dengan Dampak Kegagalan Penerapan Extended Producer Responsibility (EPR). Sebaiknya istilah ini dibahasaIndonesiakanlah ya, biar warga negeri menjadi terbiasa. Membuatku teringat pada sekelompok anak-anak yang mengirimkan kembali bungkus jajanan yang mereka makan kepada pemilik pabrik/produsen jajanan itu sebagai bentuk protes karena tidak tahu sebaiknya mereka apakan bungkus-bungkus yang berupa plastik itu.Â
Bisa jadi ya, bagi sebagian kita di Indonesia ini, nggak usahlah dulu di dunia ini, tidak mudah menjalani hidup tanpa menghasilkan sampah non-organik seperti plastik-plastik itu. Biasanya, orang kampung atau orang pedalaman yang jauh dari pengaruh gaya hidup urban yang cenderung instan dan serba cepat, produksi sampah plastik mereka jauh lebih kecil. Walaupun, kuperhatikan, pedesaan kita juga sudah dilanda kekotoran karena sampah plastik bisa tergeletak di mana-mana di sebuah dan sekitar kampung. Sungguh menyedihkan karena orang-orang di kampung/tempat itu bisa hidup dengan melewati saja sampah-sampah itu...
Sudah berbagai macam cara kita lakukan untuk mengurangi volume sampah plastik dan non-organik lainnya. Semoga tidak lelah. Semoga tidak menyerah.Â
Kami berusaha mengurangi sedapat mungkin membeli makanan berbungkus plastik, makanan-makanan instan. Kami belajar memakan makanan-makanan yang alami, yang tidak pakai pengawet dan tidak perlu bungkusan plastik dan labelisasi itu.Â
Kami juga belajar sedapat mungkin menanam sebagian dari makanan yang kami makan.Â