Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mengejar Pesawat

31 Agustus 2010   09:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:34 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_245155" align="alignleft" width="300" caption="(www. didntyouhear.com)"][/caption] Anda pernah mengalami tertidur di bandara sembari menunggu penerbangan berikutnya? Di Changi saya harus menunggu penerbangan berikutnya ke Amerika via Narita selama 6 jam. Boarding time ke Narita pukul 5:00 pagi. Setelah makan lewat tengah malam karena makanan di dalam pesawat dari Medan ke Singapura hanya sepotong roti, saya jalan-jalan di sekitar bandara yang sebagian toko-tokonya sudah tutup. Pukul 3:30 pagi, saya merebahkan badan di jejeran kursi yang kosong sekitar 50 meter dari Gate 42 di mana saya akan boarding. Lumayan untuk mengurangi rasa penat karena menunggu, begitu pikir saya. Alamaaak! Maksud saya tadinya hanya mau rebahan saja; sama sekali saya tidak bermaksud untuk tidur apalagi terlelap. Kalau mau tidur, saya toh bisa pasang waker di hp untuk membangunkan. Sama sekali saya tak dengar nama saya dipanggil berulang-ulang dari Delta Air Lines menyuruh saya segera boarding dan masuk pesawat. Pasti saya tertidur pulas dan berada di alam antah berantah sehingga sama sekali tak dengar nama saya dipanggil lewat pengeras suara yang pasti juga cukup keras itu. Oooh, untunglah, seorang petugas di counter Delta Airlines, dari siapa saya memperoleh boarding pass saya beberapa jam sebelumnya, mencari-cari saya di bandara itu. "Mau ke New York kan? Bangun! Anda sudah terlambat. Cepat ke pesawat!" begitu kata si petugas yang baik hati itu. Saya pun berlari ke ruang boarding yang sudah sepi itu; yang ada di sana hanya petugas di bagian scanning barang dan manusia. Saya keluarkan boarding pass dan passport, lalu saya masukkan kembali ke dalam tas bawaan saya. Lewat di bagian scanning, saya mengambil tas bawaan saya. "Mana...mana boarding pass saya?" saya bertanya kepada petugas itu, mereka ada sekitar lima orang mulai dari petugas scanning, pemeriksa manusia, pemeriksa sepatu, pemeriksa tas bawaan dengan scanning kecil yang dia oleskan ke seluruh bagian tas bawaan. Mereka tahu saya terlambat dan sedang buru-buru. Petugas scanning di bagian awal mencari-cari apakah boarding pass saya ada terselip dan tertinggal di dalam ruang-scanning yang berukuran tidak terlalu besar itu. Tidak ada. Coba cari lagi, kata salah satu di antara mereka. Antara sadar dan tidak, karena masih mengantuk dan tahu bahwa saya sudah sangat terlambat masuk pesawat, saya membuka tas bawaan saya kembali. Boarding pass ternyata ada di dalam. Hehe! Cepatlah, kata salah satu dari mereka. Kasihan, mungkin begitu pikir orang-orang itu. Ini orang dari mana kok baru mau naik pesawat sekarang? Mungkin pikir yang lain. Lihat wajah saya baru bangun tidur, mungkin mereka berpikir: "Oh, tertidur rupanya!" Buka sepatu Anda dan naikkan ke sini, kata petugas pemeriksa sepatu. Alamak, seingat saya, kalau pakai sepatu olahraga seperti yang saya pakai saat itu, tidak ada prosedur macam itu. Saya pakai sepatu model itu berdasarkan pengalaman selama ini kalau ke Amerika naik pesawat; sepatu olahraga tak perlu dilepaskan. Kali ini kok harus dilepaskan dan dinaikkan ke meja itu? Aduh, orang sudah terlambat harus melepaskan sepatu lagi? Jarak dari ruang scanning ke pesawat masih lumayan jauh. Lurus ke sana lalu belok kiri, kata salah satu petugas itu. Begitu saya belok, lengang. Saya balik kanan dan memastikan kepada mereka apakah itu jalan yang benar. Mereka bilang, ya, teruskan dan ikuti jalan itu. Akhirnya sampai juga di dalam pesawat. Langsung ke tempat duduk saya di nomor 30-an di airbus itu. Semua kabin sudah tertutup rapi, setiap penumpang sudah duduk manis. Satu menit kemudian, ada pengumuman pintu pesawat ditutup. Lalu, tak lama setelah saya duduk, pesawat mulai bergerak. Walaupun saya sudah duduk di dalam pesawat itu, saya masih merasa lucu; apakah saya masih tertidur di atas deretan kursi ataukah sudah berada di dalam pesawat? "Ms Sihaloho, anda pesan makanan vegetarian?" sapa seorang pramugrari beberapa menit kemudian. "Betul!" saya bilang. Mudah-mudahan waktu makan segera tiba, batin saya. Selama penerbangan sampai ke Amerika, makanan saya selalu dihidangkan lebih dulu karena vegetarian itu. Hehe...! Sampai sekarang dan mungkin untuk waktu yang lama, saya masih akan teringat bagaimana lucunya saat saya terbangun karena dibangunkan, lalu tiba-tiba harus mengetahui saya sudah sangat terlambat untuk boarding, kemudian berlari secepatnya ke pesawat. Untung badan saya ringan saja jadi bisa bergerak dan berlari dengan cepat. Terima kasih banyak untuk petugas di counter Delta Airlines itu yang telah mencari dan menemukan saya tertidur. Banyak berkat untuk petugas macam mbak itu; yang peduli pada orang yang sedang tertidur macam saya. Hanya dia yang tahu pasti bahwa saya ada di bandara itu; dia yang mengeluarkan boarding pass saya. Saya tak tahu apakah kebaikan yang sama akan saya temukan dari orang lain di penerbangan yang lain; itu pertama kali saya naik Delta Airlines ke Amerika, sebelumnya naik penerbangan-penerbangan yang lain. Menunggu selama 6 jam itu agak repot; mau menginap tanggung, mau menunggu kok terlalu lama dan resikonya seperti yang saya alami itu. Bagi Anda yang kadang harus menunggu selama berjam-jam di bandara untuk penerbangan berikutnya, semoga tidak mengalami hal yang seperti saya alami hari Minggu pagi yang lalu itu. Pengalaman yang menegangkan kalau sudah lewat memang indah juga untuk dikenang walau begitu tidak sebaiknya orang harus mengalami pengalaman yang sama apalagi kalau sampai harus ketinggalan pesawat hanya karena tertidur pulas. Hehe!***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun