Mohon tunggu...
Limantina Sihaloho
Limantina Sihaloho Mohon Tunggu... Petani - Pecinta Kehidupan

Di samping senang menulis, saya senang berkebun, memasak (menu vegetarian), keluar masuk kampung atau hutan, dan bersepeda ontels.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Menghadapi Orang(-orang) yang Tamak?

27 Desember 2009   04:06 Diperbarui: 4 April 2017   16:13 1711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemarin pagi masih indah Sejak tadi malam terutama setelah pagi ini, saya sedih. Menulis, percaya atau tidak adalah sejenis obat bagi jiwa yang sedih. Haha...! Saya berterima kasih untuk Zulfikar Akbar  yang tulisannya saya baca kemarin, yang antara lain bercerita tentang bagaimana manusia bisa menjadi tamak. Saya mengatakan kepada Zulfikar dalam kolom komentar bahwa masih ada banyak juga manusia yang tidak tamak:http://sosbud.kompasiana.com/2009/12/26/aceh-tsunami-lagi/ Uuuh, lucu juga bahwa sekarang saya yang sedang berurusan dengan ketamakan yang nampaknya bisa sepela bagi banyak orang tetapi menurut saya tidak juga. Ketamakan-ketamakan yang nampak kecil apalagi kalau kita biarkan akan menggurita. Lama-lama, orang bisa terbiasa dan berpikir bahwa ketamakan bukan lagi sebuah ketamakan. Hati bisa menjadi tertutup kalau kita permissif pada ketamakan-ketamakan kecil dalam kehidupan sehari-hari. Ketamakan-ketamakan kecil laksan biji yang bisa tumbuh menjadi pohon besar sama seperti kebaikan dan pengendalian diri. Begitu pulang ke rumah tadi malam, saya melihat pohon rosella saya yang kebun belakang dari jarak sekitar 7 meter. Oh, saya yang mengambil, gumam saya pada diri sendiri. Uuuh, kasar kali cara yang mengambil itu ya, memotong dengan paksa batang-batang rosella itu. Batin saya. Sebelum saya meninggalkan rumah kemarin pagi, sudah ada seorang ompung (nenek) yang datang ke kebun belakang itu. Dia memanggil saya ketika mencuci. "Tempo hari saya minta bunga pepaya, sekarang saya mau minta rosella ya," katanya, sambil melanjutkan, "mintalah tempatnya!" Saya sendiri belum mengambil buah rosella itu; bisa dijadikan teh baik bunga dan buahnya. Saya sengaja membiarkan semua bunganya menjadi buah. Saya memberikan plastik kepada nenek itu; dia membaca gunting yang agak besar. Saya membiarkan nenek itu mengambil sendiri buah-buah rosella itu. Saat saya menjemur, saya lihat nenek itu sudah mengambil cukup banyak. Saya mengatakan padanya bahwa adek saya juga memerlukan rosella itu. "Oh iyanya? Karena kau bilang adekmu juga perlu, saya hanya mengambil buah dari dua batang, itupun tidak semua ya," kata nenek itu. Setelah berterima kasih, nenek itu pulang ke rumahnya. Nenek itu sempat menjelaskan bahwa dia memerlukan rosella itu untuk obat. Pagi ini saya memotret pohon rosella saya yang nampak menyedihkan itu. Saya menanamnya sejak ia masih berbentuk biji. Tumbuh di dalam polibeg yang lalu saya pindahkan ke tanah. Saya memberikan pupuk berupa dedaunan yang busuk juga sampah-sampah organik dari dapur. Ia tumbuh subur dan indah. Selalu menyenangkan melihatnya setiap kali saya ke kebun belakang. Mungkin ada tamu kemarin yang datang ke rumah - mungkin tamu itu (satu atau lebih) yang mengambil rosella itu dengan cara yang barbar. Melihat rosella itu yang sedang berbuah merah-merah dan banyak mungkin sangat menggiurkan bagi yang mengambil itu. Saya menduga mereka tahu bahwa rosella itu bisa menjadi obat. Ada rasa marah dan sedih sekaligus melihat rosella yang tidak berdaya itu. Tanaman tidak berdaya melawan kerakusan dan kebarbaran manusia. Kalau orang (orang) yang mengambil rosella saya itu memerlukan obat, mengapa kasar kali caranya? Saya bilang pada adek saya, kekasaran dan ketamakan yang mengambil itu akan membuat rosella itu menjadi tidak berguna. Orang-orang yang mengambil rosella itu dengan tamak adalah orang-orang yang tidak punya hati; tidak punya etika, tidak punya kepedulian dan tenggang rasa. Maka apa yang diambilnya dengan cara tidak bertenggang rasa tidak akan berguna baginya. Menurut dugaan saya, orang-orang yang mengambil rosella saya itu kemarin adalah orang-orang dewasa (yang tahu manfaat rosella). Apakah ketamakan dan tidak adanya tenggang rasa dalam diri mereka muncul secara tiba-tiba saja? Saya kira tidak juga. Buddha bilang, sumber penderitaan adalah kemelekatan terhadap bisa apa saja. Bagaimana harus menilai perasaan sedih campur marah dalam diri saya melihat tanaman yang saya rawat sejak biji diambil begitu saja dengan paksa dan kasar oleh orang lain? Kami bahkan belum mempergunakan sebiji pun buahnya. Yang paling menyedihkan adalah melihat jejak ketamakan orang (orang) yang mengambil itu pada pohon rosella di kebun belakang yang masih berdiri. Adek saya sempat bilang, "mengapa mereka tidak membawa semua sekaligus saja termasuk akarnya sehingga kita tidak perlu melihat pohon yang merana itu ya." Jadi, bagaimana kita harus menghadapi ketamakan sesama dan juga bisa ketamakan diri sendiri? Masih Bersyukur Walau begitu, saya masih bersyukur bisa mempunyai foto-foto rosella saya sebelum orang-orang yang tak punya perasaan dan hati itu mengambil buah-buahnya yang merah dan indah secara paksa. Hehe...! Apakah mereka benar tak punya perasaan dan hati? Huhuu...! Saat melihat rosella yang sedang berbuah lebat hati dan perasaan mereka mungkin menghilang seketika? Mungkin banyak manusia yang mengira tanaman tak punya perasaan, yang punya perasaan hanya manusia dan hewan. Yang benar adalah, manusia yang bisa kehilangan perasaan; itulah saat ketika yang bersangkutan bisa berlaku brutal, kasar, tamak, rakus, dan hal-hal yang sejenis. Tanaman memberikan kita keindahan dan bentuk seni yang tinggi. Hanya orang-orang yang menghargai keindahan dan seni-kah yang bisa menghargai tanaman? Huhu...! Mungkin! Inilah rosella saya yang saya potret dalam waktu-waktu yang berbeda dalam dua bulan terakhir ini: [caption id="attachment_44137" align="aligncenter" width="300" caption="21 November 2009"][/caption] [caption id="attachment_44139" align="aligncenter" width="246" caption="22 November 2009 (Foto oleh: HS)"][/caption] [caption id="attachment_44141" align="aligncenter" width="300" caption="22 November 2009, Tochin (HS)"][/caption] [caption id="attachment_44143" align="aligncenter" width="300" caption="16 Desember 2009"][/caption] [caption id="attachment_44144" align="aligncenter" width="300" caption="16 Desember 2009"][/caption] [caption id="attachment_44145" align="aligncenter" width="300" caption="27 Desember 2009; luka di pohon rosella ini begitu terasa; beginilah cara barbar dari orang yang tak bisa menghargai tumbuhan, hanya mau menjadikan tumbuhan objek dan pemuas nafsu."][/caption] [caption id="attachment_44146" align="aligncenter" width="300" caption="27 Desember 2009 - mengambil buah-buah rosella beserta ranting-rantingnya dengan cara paksa; apakah berguna bagi yang mengambilnya yang hatinya saja sudah begitu rusaknya? "][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun