Dosa" dari versi manusia. Karena siapalah kita sehingga bisa menilainya.Tetapi, dewasa ini setiap orang atau kelompok punya tolak ukur masing-masing.
Disini aku membahas "Sebagai contoh: ketika ditanya perihal melihat barang atau benda yang karena dia malas jika kelanjutannya akan disuruh untuk mengambil atau mencari, dengan gampangnya dia menyebutkan "tidak tau".
Kedua kata itu amat sangat ampuh untuk mendiamkan seseorang, atau agar si penanya berpindah ke orang atau kandidat yang lain.
Sedangkan bagi sebagian orang, hal tersebut mengandung penyangkalan atau berbohong. Yang kita sendiri tau hal tersebut agak krusial.
Di lain pihak, sebagai contoh, merokok adalah dosa besar karena dianggap merusak tubuh atau badan. Sedangkan untuk sebagian orang, hal tersebut tidak berdampak apa-apa. Dikarenakan itu termasuk kesenangan si perokok tersebut.
Manakah yang merupakan tolak ukur yang benar? Tentu saja kita sebagai manusia hanya diberi kebebasan untuk berperilaku, dan bukan untuk menjadi hakim atas orang lain. Kecuali yang ditunjuk sebagai hakim dalam suatu persidangan. Sebagai hakimpun yg berpatokan pada KUHP, apakah dia diluar sidang bisa terbebas dari hukum adat, hukum agama ataupun sejenisnya? Apakah dia tetap dalam posisinya sebagai hakim di setiap kesempatan?
Berpatokanlah selalu kepada Kitab Suci masing-masing dan berhati-hatilah terhadap tafsirannya. Karena kebenaran hari ini, belum tentu kebenaran hal itu akan tetap sama untuk esok.
Jika semua orang menyadari bahwa dirinya belum sempurna dan tau posisinya di dunia ini bukan untuk sebagai hakim, maka akan aman dan tentramlah dunia ini.
Janganlah cepat menghakimi orang lain. Fokuslah dalam memperbaiki diri kita dulu. Kecuali ada yang meminta saran kita untuk menilai diri atau persoalan mereka, barulah kita membantu mereka.
Ingat kebenaran dan kesempurnaan ada pada Tuhan, bukan pada manusia...
LilyOng