Mohon tunggu...
lilydaily
lilydaily Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan seorang yang penuh dengan rasa ingin tahu dan ingin untuk mengembangkannya lebih lanjut

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Ketika Standar Kecantikan Mengambil Alih Pikiran

21 Desember 2024   17:00 Diperbarui: 21 Desember 2024   16:52 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Standar kecantikan adalah konsep yang ironisnya mendarah daging dalam budaya kita. Ia hadir di layar kaca, media sosial, iklan, bahkan di percakapan sehari-hari. Gambaran ideal tentang tubuh, warna kulit, bentuk wajah, hingga ukuran tubuh tertentu telah menjadi tolok ukur yang hampir tak terhindarkan dalam menilai penampilan seseorang. Namun, jika kita melihat lebih dalam, keberadaan standar kecantikan ini membawa dampak yang tidak sedikit, khususnya pada kesehatan mental beberapa orang. Oleh karena itu, penting untuk menyadari mengapa komsep standar kecantikan harus dihentikan dan bagaimana hal ini berhubungan dengan kesehatan mental kita.

Standar kecantikan sering kali bersifat eksklusif. Hal ini menciptakan batasan yang tidak realistis, yang hanya dapat dicapai oleh sebagian kecil orang di dunia ini. Contohnya adalah imaginasi tentang tubuh kurus pada perempuan atau tubuh berotot pada laki-laki. Padahal, realita tubuh manusia jauh lebih beragam. Tubuh kita dipengaruhi oleh banyak hal seperti genetik, kondisi kesehatan, dan level gaya hidup yang berbeda bagi setiap individu. Ketika seseorang terus-menerus dihadapkan pada citra tubuh "ideal" ini, timbul tekanan untuk memenuhinya yang menjadi beban berat yang sulit dihindari. Hal ini sering kali menyebabkan rasa tidak puas terhadap tubuh sendiri, yang dikenal sebagai body dissatisfaction.

Body dissatisfaction adalah salah satu penyebab dari berbagai gangguan kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, hingga gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia. Dalam banyak kasus, seseorang yang merasa tidak sesuai dengan standar kecantikan sering kali merasakan tekanan sosial yang besar. Mereka mulai mengalami perasaan rendah diri, malu, atau bahkan merasa tidak berharga. Pada era media sosial seperti sekarang, tekanan ini semakin diperparah. Dengan hanya beberapa kali scroll di media sosial, kita dapat melihat ribuan gambar orang dengan tubuh "sempurna" yang tampak bahagia dan sukses. Tanpa disadari, hal ini dapat memunculkan perbandingan sosial.

Perbandingan sosial adalah kecenderungan psikologis di mana seseorang menilai dirinya sendiri dengan membandingkan dirinya dengan orang lain. Dalam konteks standar kecantikan, perbandingan ini sering kali bersifat tidak adil. Kita cenderung membandingkan diri kita yang nyata — dengan segala kekurangan yang kita sadari — dengan versi orang lain yang telah melalui proses seleksi dan editing, seperti penggunaan filter atau aplikasi pengeditan foto. Akibatnya, kita sering merasa kalah dalam perbandingan ini. Ketidakpuasan yang terus-menerus terhadap diri sendiri dapat mengarah pada penurunan harga diri dan peningkatan risiko gangguan kesehatan mental.

Selain itu, standar kecantikan juga memengaruhi cara kita memandang orang lain. Ketika standar ini dijadikan patokan, kita cenderung menilai orang berdasarkan penampilan mereka, bukan kualitas dalam diri mereka. Hal ini tidak hanya merugikan orang yang dinilai, tetapi juga mempersempit cara kita memahami kualitas orang lain secara keseluruhan. Hubungan antarindividu pun terasa menjadi kurang mendalam, karena terlalu banyak perhatian diberikan pada penampilan yang sebenarnya tidak relevan dengan karakter atau kemampuan seseorang.

Menghentikan standar kecantikan bukan berarti mengabaikan pentingnya menjaga kesehatan fisik. Sebaliknya, ini tentang mengubah fokus dari penampilan menuju kesehatan. Tubuh yang sehat bukanlah tubuh yang harus sesuai dengan standar kecantikan tertentu, melainkan tubuh yang dirawat dengan baik melalui pola makan yang seimbang, olahraga yang menyehatkan, dan istirahat yang cukup. Dengan cara ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi semua orang untuk merasa nyaman dengan tubuh mereka, tanpa tekanan untuk memenuhi ekspektasi yang tidak realistis.

Penting juga untuk mengedukasi masyarakat tentang keragaman tubuh dan pentingnya self-acceptance. Kita perlu mendorong narasi yang menghargai perbedaan, bukan menyeragamkan suatu standar kecantikan. Kampanye positif tubuh atau body positivity telah menjadi langkah awal yang baik dalam melawan standar kecantikan. Namun, ini harus diiringi dengan perubahan vesar, seperti mendorong iklan yang mempromosikan gambaran tubuh yang realistis atau mendorong kejujuran dalam penggunaan teknologi editing foto di media.

Hal yang tidak kalah penting adalah peran individu dalam menciptakan perubahan. Kita dapat memulainya dengan cara menghentikan kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain, serta lebih menghargai tubuh kita apa adanya. Lalu, berfikir bahwa kecantikan bukanlah sesuatu yang terlihat dari luar, namun bagaimana karakter, nilai, dan perasaan tentang diri kita sendiri. Selain itu, kita juga bisa mendukung orang-orang di sekitar kita untuk merasa lebih percaya diri dengan penampilan mereka. Kita harus menerima fakta bahwa tidak ada satu pun bentuk tubuh atau wajah yang lebih baik daripada yang lain.

Menghentikan standar kecantikan bukanlah tugas yang mudah, karena ia telah mengakar kuat dalam budaya kita. Namun, dengan langkah-langkah kecil yang konsisten, kita dapat menciptakan dunia di mana setiap orang merasa dihargai dan diterima, apa pun bentuk tubuh atau penampilan mereka. Pada akhirnya, kebahagiaan dan kecantikan sejati bukanlah tentang bagaimana kita terlihat di mata orang lain, tetapi tentang bagaimana kita merasa dalam diri kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun