Mohon tunggu...
Liliyana Sari
Liliyana Sari Mohon Tunggu... Freelancer -

Psychology graduate. LPDP Awardee PK-43. Writing is my precious hobby. Let anyone know my deepest thought or opinions through my writing/articles. I'd love to be friends with you.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Anak Emas" dalam Keluarga

29 Juli 2013   10:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:53 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13750667381873297401

“Setiap orang tua pasti punya anak emas atau anak favorit. Kalau orang tua bilang bahwa mereka bersikap adil ke semua anak, itu mah bohong. Tetap aja mereka punya anak favorit,” ujar dosen saya di mata kuliah Psikologi Kepribadian. Waktu itu, kami sedang membahas tokoh Alfred Adler (tokoh Psikologi) yang mencetuskan teori mengenai Birth Order yaitu pengaruh urutan kelahiran terhadap style of life seseorang. Adler mengatakan bahwa meskipun dua orang memiliki orang tua yang sama dan tinggal di rumah yang sama, mereka tidak memiliki lingkungan sosial yang identik. Urutan kelahiran dan sikap pengasuhan yang berbeda akan menciptakan masa kecil yang berbeda sehingga mempengaruhi kepribadian seseorang.

Mata kuliah itu sudah berlalu 3 tahun lalu. Namun entah mengapa, pernyataan dosen tersebut masih membekas dalam pikiran saya hingga sekarang. Pernyataan tersebut pula yang memicu munculnya ide untuk membuat artikel sederhana ini.

Walaupun pernyataan dosen saya itu belum tentu benar, namun beberapa artikel menyatakan hal yang serupa. Dinyatakan dalam Time Magazine bahwa orang tua memang terprogram untuk memiliki anak emas. Untuk membuktikan hal itu, kita juga bisa mulai melihat ke dalam keluarga kita masing-masing. Apakah kalian merasa bahwa orang tua kalian mengistimewakan salah satu anak dibandingkan dengan anak lain? Atau jika Anda sudah menjadi orang tua, jujurlah pada diri sendiri, apakah Anda memiliki anak emas? Penilaian ini memang sangat subjektif (bergantung pada pengalaman setiap individu). Akan tetapi, subjektivitas yang didasari dengan fakta, bukankah akan menjadi suatu hal yang objektif?

Pada dasarnya, semua orang tua pasti merasa bahwa dirinya telah bersikap adil pada semua anak. Dengan memenuhi permintaan anak secara merata. Sebenarnya memiliki anak emas merupakan hal yang wajar saja. Apalagi jika keluarga itu terdiri dari dua anak atau lebih. Biasanya ayah memiliki anak emas sendiri. Begitu pula dengan ibu.

Anak emas adalah ketika orang tua lebih merasa nyaman dengan satu anak dibanding anak lain. Secara emosional, ikatan mereka biasanya lebih kuat. Kalau mau bepergian atau meminta bantuan, anak emas ini adalah pilihan teratas yang ditunjuk. Istilahnya, anak emas ini memiliki ‘nilai lebih’ dibanding anak lain. Nah, hal inilah yang biasanya akan memicu munculnya sibling rivalry, baik secara eksplisit maupun implisit.

Disadari atau tidak, perasaan bersaing antar saudara akan muncul jika orang tua mulai menganak-emaskan salah satu anak. Namun dalam mengatasi sibling rivalry ini, ada anak yang menanggapi dengan hal positif maupun negatif. Jika anak menanggapi hal itu dengan sikap positif, ia lebih merasa termotivasi untuk menjadi anak emas bagi orang tuanya. Bisa dengan meningkatkan prestasi untuk membanggakan orang tua. Enggak mau kalah deh istilahnya.

Sedangkan jika anak menanggapi dengan sikap negatif, ia akan bersifat memusuhi, menarik diri (withdrawal), atau malah menjadi orang yang rendah diri dalam pergaulan. Karena ia merasa tidak dihargai dalam keluarga. Semua itu bergantung pada kepribadian si anak.

Namun perlu ditekankan bagi para orang tua, seperti yang telah Adler ungkapkan, sikap pengasuhan yang berbeda antara satu anak dengan anak lain dapat menciptakan masa kecil yang berbeda, sehingga dapat mempengaruhi kepribadian. Adanya anak emas (meskipun tak dapat dihindari) juga dapat mempengaruhi kepribadian anak di masa depan.

Untuk mengakhiri artikel ini, saya mengutip pernyataan Adler berikut :

“One’s order of birth within family – being older or younger than one’s siblings – and different parental attitudes create different conditions of childhood that can affect personality.”

Medan, 29 Juli 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun