Mohon tunggu...
Lilis Kholisoh
Lilis Kholisoh Mohon Tunggu... -

berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bagaimana Saya Tidak Iri

24 April 2015   17:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:43 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetangga tepat di depan rumah ku tergolong keluarga mampu.ayahnya sebagai pegawai negeri, bekerja di sebuah dinas kesehatan, anak-anaknya ‘jadi’ semua, mapan. Mereka punya rumah yang mewah, pekarangan luas, berbagai macam tanaman ada didalamnya. Setiap musim buah tiba, entah itu rambutan, mangga, durian,dan beberapa jenis lagi yang saya tidak ingat, sempat membuat saya berpikir

Keberadaan keluarga mereka membuat saya iri. Bagaimana saya tidak iri, jika secara materi mereka mapan, kelihatannya tenteram tidak kekurangan suatu apapun? Bahkan Pak Lurah waktu itu adalah kerabat dekat mereka, suatu posisi dimana mereka akan bisa mendapatkan kemudahan dalam hal apapun misalnya kepentingan mendapatkan surat-surat,pembuatan ktp atau yang lainnya.

Tidak jauh dari rumah kami, sebelah timur, juga ada sebuah keluarga yang lima anak-anaknya semua pintar.Ada yang jadi dokter, 4 orang yang saya tahu sarjana semua, lulusan perguruan tinggi negeri. Secara materi mereka tidak kekurangan. Mereka nampak bahagia sekali. Saya sempat iri melihat mereka, kenapa Allah tidak jadikan saya sebagai orang yang seperti keluarga mereka: mampu, pintar, dan terpandang di kampung?

Iri, kalau saya boleh sebut demikian ketimbang cemburu adalah hal yang wajar menimpa kehidupan manusia .Orang iri bisa disebabkan karena adanya ketimpangan harta ,kedudukan ,rumah, pakaian, ketampanan, kecantikan, kecerdasan, pendidikan dan yang lain-lainya.

Kenapa bisa iri? Manusia tidak lepas dari kebutuhan. Orang yang merasa iri karena tetangganya selalu berpakaian mahal,selalu serba berkecukupan akan tergiur untuk bersaing, berupaya sekuat tenaga bagaimana agar bisa membeli pakaian yang jika mungkin lebih mahal dari yang dikenakan tetangganya. Hati dan perasaannya akan terasa panas jika keinginannya tidak terpenuhi, stres ,nafsu makan berkurang dan sakit karena selalu memikirkan tetangganya yang selalu lebih dari yang saya milikiatau yang saya kenakan.

Maka sebaiknya kita meragap diri kita sendiri bukan melihat orang lain memahami diri kita sendiri siapa saya,bagaimana kondisi atau keadaan keluarga saya dengan memahami diri sendiri ini kita tidak akan mudah terbawa oleh sifat iri tersebut.demikian dengan kecantikan dan ketampanan akan muncul dengan sendirinya tanpa perlu merubah apa yang sudah kita punya karena kecantikan dan ketampanan tidak hanya dilihat dari luar fisiknya tetapi dalam hati seseorang.

Dan mungkin ini yang paling penting dalam hidup dan agar tidak terjerimus kedalam lubang iri hati yaitu bersyukur selalu mensyukuri nikmat Allah SWT atas segala kebaikan yang diberikan kepada kita karena Allah itu Maha adil, Karena itulah kita wajib bersyukur terhadap nikmat yang besar ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun