Kelahiran buah hati selalu menjadi suka cita yang selalu di tunggu setiap orang. Wujud dari kebahagiaan ini mungkin salah satu dari anda ingin semua orang tahu betapa bahagianya aku memiliki buah hati, sehingga mengabadikan melalui foto atau video yang di bagikan melalui di media sosial.Â
Setiap momen tak terlewatkan mulai dari foto USG, perkembangan si anak, kelucuannya atau setelah mulai memasuki fase sekolah menunjukkan segala prestasinya di media sosial.
Fenomena ini di mana membagikan foto atau video anak secara online di namakan sharenting.
Sharenting merupakan gabungan dari kata "share"(berbagi) dan "parenting"( mengasuh anak)
Tidak ada larangan untuk memposting foto atau video anak, tetapi sebagai orang tua harus memikirkan dua kali setiap tindakan yang akan di lakukan. Apakah banyak dampak positif atau negatifnya.
Sering menunjukkan foto atau video si anak mungkin tanpa anda sadari bahaya mengintai. Di era digital ini segala macam mudah di akses. Foto atau video yang anda posting anda tidak bisa mengontrol sampai di mana penyebarannya. Selain itu, apa yang anda posting akan tetap ada selamanya walaupun anda telah menghapusnya.
Sebagai orang tua tentu ingin yang terbaik bagi anak. Alangkah baiknya jika menekan sedikit saja ego untuk sekedar memposting anak. Lindungi anak. Belum tentu apa yang di posting tentang anak mendapat persetujuan nya. Anak berhak mendapatkan privasinya.
Misalnya, anda memposting kelucuan anak belum tentu bagi anak itu hal yang lucu. Bahkan itu bisa menjadi bahan nb bully-an bagi anak.
Jika, anda ingin mengabadikan momen anak, anda tetap bisa memotret atau membuat video dan menyimpannya. Suatu hari nanti jika ingin membuka kenangan tumbuh kembangnya, anda dapat membukanya tanpa waspada. Momen -momen ini dapat anda rasakan dengan anak sambil berbagai cerita dan menambah kedekatan dengan anak.
Tapi, semua ini kembali ke diri masing masing. Jika, anda memposting segala tentang anak , anda harus siap dengan segala dampaknya.Â
Di sini yang perlu ditekankan diri anda sendiri. Mampukah anda menahan ego demi anak?