Jika membahas faktor-faktor penyumbang kerusakan lingkungan, maka industri pertambangan tak boleh dilewatkan. Aktivitas pertambangan, dari eksplorasi hingga pengolahan bahan tambang, telah terbukti menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem. Dari penggundulan hutan, pencemaran air dan udara, hingga hilangnya habitat alami, semua menjadi efek samping dari kegiatan ini.Â
Namun, dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, konsep green mining atau pertambangan ramah lingkungan kini mulai diusung. Tapi, bisakah green mining benar-benar mengurangi dampak kerusakan lingkungan?
Dilansir dari berbagai sumber, konsep green mining atau tambang yang berwawasan lingkungan berasal dari deklarasi yang digaungkan oleh para pelaku pertambangan. Secara sederhana, green mining atau yang dalam bahasa Indonesia berarti pertambangan hijau merupakan konsep yang menekankan penerapan teknologi dan metode ramah lingkungan dalam aktivitas pertambangan.
Tujuan dari pendekatan ini tak lain adalah untuk meminimalkan kerusakan lingkungan, mengurangi emisi karbon, serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Dengan mengaplikasikan konsep green mining, perusahaan tambang dituntut untuk mengurangi dampak negatif dari aktivitas pertambangan terhadap lingkungan serendah mungkin melalui berbagai inovasi teknologi, pengelolaan limbah yang baik, serta rehabilitasi lahan pascatambang.Â
Meski begitu, mengimplementasikan konsep green mining bukanlah suatu hal yang mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi para perusahaan pertambangan, salah satunya adalah masalah biaya.Â
Teknologi ramah lingkungan dan proses rehabilitasi lahan sering kali membutuhkan investasi besar. Karenanya, banyak perusahaan tambang yang enggan mengeluarkan biaya lebih untuk menerapkan green mining, terutama jika tidak ada regulasi ketat yang memaksa mereka melakukannya.
Selain itu, kurangnya infrastruktur dan pengetahuan di beberapa negara juga menjadi hambatan. Di wilayah-wilayah tertentu, penerapan green mining masih terbatas karena tidak semua perusahaan memiliki akses terhadap teknologi yang dibutuhkan.
Kendati demikian, hal tersebut tidak menjadikan PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) mengurungkan niatnya untuk mengadopsi konsep green mining dalam operasional pertambangannya.
Perusahaan tambang emas yang dipimpin oleh Haji Robert Nitiyudo Wachjo dan beroperasi di wilayah Gosowong, Maluku Utara, ini percaya bahwa keberlangsungan operasional tambang hanya bisa diwujudkan melalui praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.