Bagi masyarakat Banten, ketan bintul bukanlah suatu makanan yang asing, apalagi saat bulan Ramadan. Memiliki rasa gurih dan tekstur yang lembut, hidangan berbahan dasar beras ketan ini kerap menjadi pilihan masyarakat untuk berbuka puasa, sangat cocok untuk mengganjal perut sebelum menyantap makan malam.
Kegemaran menyantap ketan bintul saat berbuka ini ternyata sudah ada sejak zaman kesultanan Banten. Saat itu, ketan bintul merupakan takjil favorit Sultan Banten.
Menurut pegiat sejarah Bantenologi UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Aris Munzihat, seperti yang dikutip dari Kompas, ketan bintul hadir sejak abad ke-16 di masa kepemimpinan Sultan Maulana Hasanuddin. Dikatakan bahwa alasan Sultan Maulana Hasanuddin menyukai ketan bintul adalah karena rasanya yang gurih dan legit, apalagi saat disantap bersama gulai kambing.
Aris juga menyebutkan kepopuleran ketan bintul sebagai takjil di kalangan masyarakat Banten bermula karena Sultan sering membawa serta ketan bintul untuk berbuka puasa saat sultan melakukan perjalanan untuk bertemu rakyat Banten. Setelah sampai di pemukiman warga, Sultan turut membagikan ketan bintul tersebut kepada warga untuk berbuka puasa bersama.
Sejak itulah ketan bintul menjadi populer di kalangan warga sebagai kudapan untuk berbuka puasa. Selain itu, ketan bintul juga dijadikan simbol penghargaan dari masyarakat untuk Sultan yang telah mengenalkan ketan bintul kepada mereka, serta tanda untuk menandakan bulan puasa yang akan tiba.
Cara membuat ketan bintul
Saat bulan Ramadan, ketan bintul dapat dengan mudah ditemukan di berbagai pedagang yang menjual takjil. Namun, jika ingin mencicipi ketan bintul tanpa harus menunggu bulan Ramadan, berikut resep untuk membuat ketan bintul yang bisa dipraktikkan di rumah.
Bahan-Bahan:
Untuk membuat ketan bintul yang autentik, dibutuhkan bahan-bahan berikut:
Bahan Ketan:
- 500 gram beras ketan putih, cuci bersih dan rendam selama 4 jam
- 200 ml santan kental
- 1/2 sendok teh garam
- 2 lembar daun pandan
Bahan Serundeng:
- 1 butir kelapa parut kasar
- 3 siung bawang putih, haluskan
- 5 siung bawang merah, haluskan
- 3 lembar daun salam
- 2 batang serai, memarkan
- 1 sendok makan ketumbar, haluskan
- 1 sendok teh garam
- 1 sendok teh gula merah, serut
- 1 sendok makan air asam jawa
- 2 sendok makan minyak untuk menumis
Cara Membuat Ketan Bintul:
Langkah 1: Mengukus Ketan
- Rendam Beras Ketan: Rendam beras ketan yang sudah dicuci bersih selama 4 jam. Setelah direndam, tiriskan dan kukus ketan selama 15 menit.
- Masak Santan: Sambil menunggu ketan dikukus, panaskan santan bersama dengan garam dan daun pandan. Aduk terus hingga mendidih dan harum. Pastikan santan tidak pecah.
- Campur Ketan dan Santan: Setelah ketan dikukus, angkat dan tuang ke dalam wadah besar. Siramkan santan yang telah dimasak secara perlahan ke atas ketan sambil diaduk perlahan agar santan meresap sempurna. Kukus kembali ketan selama 20 menit hingga matang dan lembut.
Langkah 2: Membuat Serundeng
- Tumis Bumbu Halus: Panaskan minyak dalam wajan, kemudian tumis bawang putih, bawang merah, ketumbar, daun salam, dan serai hingga harum dan matang.
- Masukkan Kelapa Parut: Tambahkan kelapa parut kasar ke dalam wajan dan aduk hingga rata dengan bumbu. Masak dengan api kecil sambil terus diaduk agar kelapa tidak gosong.
- Tambahkan Bumbu Lain: Masukkan garam, gula merah, dan air asam jawa. Aduk hingga semua bumbu merata dan kelapa berwarna kecokelatan. Masak hingga serundeng kering dan beraroma harum.
Langkah 3: Penyajian
- Sajikan Ketan: Ambil ketan yang sudah matang dan bentuk sesuai selera, bisa dipotong-potong atau dibentuk bulat.
- Taburi Serundeng: Taburkan serundeng kelapa di atas ketan yang sudah dibentuk tadi. Pastikan serundeng menyelimuti ketan dengan merata agar rasanya semakin lezat.
- Siap Disajikan: Ketan bintul siap disajikan. Untuk menambah cita rasa gurih, hidangkan juga bersama kuah gulai atau rendang.
Dibalik tampilannya yang terkesan sederhana, tak dapat dipungkiri jika ketan bintul memiliki cita rasa yang luar biasa, sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat Banten dari waktu ke waktu. Sejarah yang melekat pada hidangan ini juga sangat berharga, membuatnya penting untuk terus dilestarikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H