Mohon tunggu...
Lilis Setiyorini
Lilis Setiyorini Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Guru Matematika di SMP Negeri 2 Benjeng Gresik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Skala

16 Desember 2015   21:01 Diperbarui: 16 Desember 2015   21:01 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Musim ulangan, musim koreksi, musim mengolah nilai siswa, musim mengerjakan raport siswa. Hm,,,,,hari-hari yang sibuk dengan olahan angka demi angka. Angka atau nilai? Seorang kawan bertanya tentang hasil ulangan siswa. Ada beberapa siswa yang menunjukkan nilai menggembirakan pada ulangannya, tetapi banyak juga yang mengecewakan hasilnya. Ada yang hasilnya diluar perkiraan. Siswa yang kesehariannya biasa-biasa saja, bahkan agak malas, ternyata mendapatkan hasil ulangan yang cukup mengejutkan. Sistem kebut semalam, ataukah nyontek? Hmmm....untungnya, nilai raport tidak hanya berasal dari nilai ulangan semester semata, tetapi juga berasal dari nilai selama proses pembelajaran berlangsung selama ini. Angka atau nilai? Ada beberapa kawan berpendapat  bahwa angka tidak mewakili apapun, hanya sekedar angka. Sedang nilai mewakili kompetensi yang ada di dalamnya.

Bagaimana standar penilaian siswa? Untungnya, di sekolahku masih menerapkan Kurikulum KTSP 2006, sehingga nggak ribut tentang skala penilaian yang digunakan. Skala penilaian menggunakan skla 1-100 untuk KTSP 2006, sedang pada sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 menggunakan skala 1-4 sesuai permen yang berlaku.  Sempat menjadi perbincangan diantara teman-teman guru matematika  tentang Standar Penilaian terbaru pada kurikulum 2013. Menjadi perbincangan menarik disela-sela kesibukan mengoreksi pekerjaan anak-anak, mengolah nilai dan juga mengisi raport siswa.

Beberapa waktu lalu, seorang kawan yang menjadi tim pembahasan tentang penyempurnaan kurikulum 2013 memberi bocoran pada kami bahwa akan ada permen baru tentang penilaian. Kalau nilai yang semula menggunakan skala 1-4, bocorannya akan menjadi skala 1-100. Ada kelegaan di hati saya ketika mendengar bocoran itu. Apalagi bocorannya, KI 1 dan KI 2 merupakan kewenangan wali kelas untuk menilainya. Meskipun semua guru berhak menilai KI 1 dan KI 2, tetapi wali kelas dan bapak/ibu guru BK rasanya lebih memahaminya kompetensi-kompetensi itu. Sikap dan kepribadian, juga rasanya lebih layak dengan menggunakan penilaian definisi daripada angka 1-4.

Trus, kapan terbitnya permen baru? Gimana rasanya? Nggak tahulah! Grup G4 di Telegram juga cuma tertawa bersenda ketika ada yang bertanya kapan munculnya permen baru itu. Baby hope itu ternyata belum juga keluar dari inkubatornya. Bahkan blog kami http://matematikanusantara.blogspot.co.id/  lahir lebih dulu menjadi penanda kreatifitas dan kebersamaan guru-guru matematika dalam menunggu dan menyikapi positif suatu perubahan. Apapun skala nilai yang digunakan, diharapkan berisi tentang kompetensi yang dimiliki oleh siswa, bukan sekedar angka yang tidak bermakna dan tidak mewakili apapun. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun