Dalam hal ini, ketidak raguan menerapkan kebijakan pro pada peningkatan angkatan kerja. Kerangka kerjanya adalah dipastikannya obligasi yang dibeli dari pemerintah adalah obligasi yang berhubungan (earmark) dengan upaya penciptaan tenaga kerja. Jauh lebih baik jika earmark dapat dihubungkan dengan penerbitan obligasi untuk sektor UMKM dan ekonomi informal, yang terbukti bagian dari sektor pemberi kerja yang signifikan dalam perekonomian. Kerangka ini dapat memastikan bahwa upaya BI tidak berakhir pada makin melebarnya jurang kaya dan miskin di Indonesia.
Upaya yang tidak memiliki unilateral ini tanpa dasar, The Fed sendiri sudah memulai langkah yang hampir sama. Dalam merilis kebijakan terakhirnya senilai USD 2,2 Trilliun, The Fed tetap memastikan sektor UMKM menjadi bagian integral dalam paket kebijakannya (CNBC. 09/04/2020 ). Inilah yang dimaksud sebagai upaya alternatif “ mindset” BI.
Dengan demikian, lahirnya Perppu 1 Tahun 2020 diartikan sebagai perppu yang tidak menyokong praktek “rabun dekat” BI selama ini yang terasa sangat asing dari sektor UMKM dan Ekonomi informal. BAB III perpu 1/2020 berpotensial membuat BI makin “ rabun dekat” terhadap sektor UMKM dan ekonomi informal, atau biasa disebut ekonomi rakyat jelata.
Jika BI terus mempertahankan mindset tradisionalnya selama ini, maka materi perppu itu hanya bermanfaat bagi korporasi besar, bukan bagi ekonomi rakyat jelata. Sebab, Bab ini hanya membicarakan pemerintah dan perbankan saja tidak menyinggung tentang UMKM sedikitpun. BI perlu memberikan kebijakan baru dalam penanganan krisis ekonomi di Indonesia. Kebiz baru itu berupa kebijakan yang didasari dengan beratnya penderitaan yang menimpa rakyat, sektor UMKM, dan ekonomi informal yang terpuruk akibat pandemi Covid 19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H