Mohon tunggu...
lilis
lilis Mohon Tunggu... Guru - PTK

hobi selancar di dunia maya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perjalanan Hukum Syariat (Ushul Fiqh) dalam Kitab Qowaidul Asasiyah

20 Februari 2023   13:00 Diperbarui: 20 Februari 2023   13:02 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERJALANAN HUKUM SYARIAT ( )

Syariat bukanlah hanya sekedar menjadui aturan statis yang ada dalam ajaran agama, tetapi syariat dibuat agar dapat diterapkan dalam kehidupan praktis manusia.

Untuk itu Allah SWT mengutus para rasul-Nya untuk mengajarkan manusia mempraktikan syariat dalam kehidupan sehari-hari. Syariat yang dimaksud menyangkut tatanan kehidupan individual maupun kehidupan bermasyarakat sehari-hari. 

Allah SWT berfirman 

Artinya:  (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali pada Rasul yang diridlohi-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. 

Ketentuan atau hukum Allah SWT itu ialah berupa perintah atau larangan, yang diwujudkan dalam bentuk taklif (penyerahan beban atau tugas) kepada manusia. Perintah-Nya wajib dilaksanakan dan larangan-Nya wajib dihindari atau ditinggalkan

Orang yang mematuhi ketentuan Allah SWT itu akan diberi-Nya ganjaran berupa pahala dan orang yang mengingkarinya akan dibebani dosa. Dengan demikian, selain sebagai Syari', Allah SWT juga adalah Hakim (penentu hukum).

Pada garis besarnya, hukum Allah SWT berkisar antara yang harus dilakukan (perintah) dan yang tidak boleh dilakukan (larangan), yang sring disebut oleh ulama fiqih dengan sebutan wajib dan haram.

Selain itu, ulama fiqih juga melihat adanya ketentuan Allah SWT yang boleh dilakukan dan yang boleh ditinggalkan (mubah), yang dipuji jika dikerjakan dan tidak berdosa jika ditinggalkan (sunah), dan ada pula yang dipuji jika ditinggalkan dan tidak berdosa jika dikerjakan (makruh).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun