Mohon tunggu...
Lilik Ummu Aulia
Lilik Ummu Aulia Mohon Tunggu... Lainnya - Creative Mommy

Learning by Writing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Idul Adha Beda, Memang Boleh?

17 Juni 2024   09:28 Diperbarui: 17 Juni 2024   09:32 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Idul Adha adalah satu dari dua hari raya di dalam Islam. Idul Adha juga sering disebut sebagai hari raya haji. Sebab, perayaan hari raya ini berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan pada bulan dzulhijjah di mekah.

Amir mekah menetapkan permulaan awal bulan dzulhijjah 1445 H/2024 M pada 7 Juni 2024. Sementara itu, sebagian Negara menetapkan permulaan awal bulan dzulhijjah pada 8 Juni 2024, bahkan ada yang 9 Juni 2024. Alhasil, perayaan idul adha terjadi pada hari yang berbeda-beda. Untuk Negara -- Negara yang mengikuti keputusan amir mekah, maka mereka merayakan idul adha pada ahad, 16 Juni 2024. Akan tetapi, bagi yang tidak mengikuti keputusan amir mekah dengan dalil rukyatul hilal matla'i (ruyatyl hilal lokal) maupun hisab mathla'I (hisab lokal) akan merayakan idul adha pada hari yang berbeda. Ada yang merayakan idul adha pada hari Senin, 17 Juni 2024 atau bahkan ada yang baru merayakan idul adha pada Selasa, 18 Juni 2024.

Adanya ikhtilaf/perbedaan terkait perayaan idul adha di kalangan ulama merupakan perkara yang mahsyur. Baik ulama yang mengikuti keputusan amir mekah maupun ulama yang berpendapat dengan rukyatul hilal mathla'i maupun hisab mathla'i adalah pendapat yang Islami. Sebab, pendapat -- pendapat tersebut bersandar kepada dalil/syubhat dalil. Oleh karena itu, berbagai ibadah yang dilakukan dalam bulan ini, baik puasa sunah arofah maupun sholat sunah muakkad idul adha, sah menurut pandangan fikih.

Hanya saja, ketika  rukyatul hilal mathla'i maupun hisab mathla'i dipaksakan untuk diambil dalam satu wilayah kebangsaan dan akhirnya menjadi  rukyatul hilal wilayatul hukmi maupun hisab wilayatul hukmi, maka hal ini tidak ada sandarannya dalam dalil -- dalil syara'. Sebab, nasionalisme dijadikan dalil dalam mengambil hukum syara'.

Esensi ibadah haji adalah persatuan. Persatuan umat Islam yang ada di seluruh dunia. Persatuan tanpa memandang suku, bangsa, ras, warna kulit maupun bahasa. Persatuan ini juga tanpa memandang batas -- batas imajiner yang telah mengkotak -- kotakkan umat Islam dalam negara -- negara bangsa.  Umat Islam di Indonesia adalah satu dengan umat Islam di Palestina, satu dengan umat Islam di Saudi Arabia, satu dengan umat Islam di seluruh wilayah yang ada di dunia.

Wallahua'lam Bish Showab

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun