Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, sepakat untuk disahkan menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024. Terdapat beberapa poin yang butuh kita perhatikan dalam UU ini, yaitu sebagai berikut:
Pertama, terkait perumusan cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan. Cuti yang bisa diperoleh oleh ibu pekerja yang melahirkan adalah paling singkat 3 bulan pertama dan paling lama 3 bulan berikutnya apabila ibu pekerja memiliki kondisi khusus yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Kedua, Pasal 5 ayat (2) UU KIA Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan Anak juga mengatur tentang setiap ibu pekerja yang melaksanakan hak atas cuti melahirkan, tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya. Oleh karena itu, selama masa cutinya, ia tetap berhak mendapatkan upah secara penuh 100% untuk tiga bulan pertama dan bulan keempat, serta 75% dari upah untuk bulan kelima dan keenam.
Ketiga, pada pasal 6 ayat (1) dan (2) ditetapkan tentang kewajiban suami untuk mendampingi istri selama masa persalinan dengan pemberian hak cuti selama 2 hari dan dapat diberikan tambahan 3 hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan pemberi kerja. Bagi suami yang mendampingi istri yang mengalami keguguran berhak mendapatkan cuti 2 hari.
Keempat, UU KIA ini pun memberikan amanat untuk memberikan kemudahan ibu dan anak untuk menggunakan fasilitas, sarana, dan prasarana umum. Terdapat pula pemberian jaminan pada semua ibu dalam keadaan apapun, termasuk ibu dengan kerentanan khusus.
Sekilas, jika kita memerhatikan beberapa poin isi UU KIA Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan Anak, maka kita menemukan bahwa banyak dukungan yang diberikan kepada para ibu pekerja yang menjalani proses persalinan. Akan tetapi, secara keseluruhan, benarkah keberadaan UU ini mampu menyejahterakan para ibu?
Pangkal para ibu tidak/belum sejahtera adalah karena diterapkannya sistem kapitalisme dalam kehidupan. Sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, yang jumlahnya melimpah, justru pengelolaannya diberikan kepada swasta. Padahal, jika pengelolaan sumber daya alam ini dilakukan oleh Negara, maka hasilnya bisa digunakan untuk menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk kesejahteraan para ibu. Oleh karena itu, para ibu tidak terpaksa keluar untuk ikut membanting tulang demi menghidupi keluarga. Kalaupun mereka bekerja, itu semata -- mata karena dedikasi mereka terhadap kepentingan umat. Bukan karena sebuah keharusan agar roda kehidupan keluarga bisa berjalan.
Hadirnya UU KIA Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan Anak hanyalah salah satu bentuk kebijakan tambal sulam sistem kapitalisme saat ini. Kebijakan ini tidak akan mampu terus -- menerus melindungi para ibu, lebih -- lebih menjadikan ibu sejahtera. Sebab, ketika sistem kapitalisme masih tetap diterapkan, maka ia akan semakin ganas untuk mengambil kekayaan rakyat. Alhasil, tidak akan tersisa bagi rakyat, kecuali penderitaan dan kesengsaraan.
Wallahua'lam bish showab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H