Sejak tahun 2011, acuan garis kemiskinan di Indonesia berada pada kisaran pendapatan 1,9 dolar per hari. Jika saat ini, kurs dolar terhadap rupiah sekitar 15.000, maka dikatakan miskin jika pendapatan seseorang per harinya adalah sekitar 28.500 atau sekitar 855.000 per bulan.
Dalam acara World Bank's Indonesia Poverty Assessment pada 09/05/23, Indonesia disarankan oleh Bank dunia untuk mengganti standar garis kemiskinan menjadi 3,2 dolar per hari (pendapatan sekitar 48.000 per hari atau 1.440.000 per bulan dengan menggunakan kurs dolar sekitar 15.000). Dengan standar yang baru ini, jumlah penduduk miskin di Indonesia melesat menjadi 40%.
Menanggapi hal ini, Menkeu menyebutkan bahwa standar kemiskinan Bank Dunia belum bisa diterapkan di Indonesia dan butuh untuk dikaji kembali. Sebab, kebutuhan masyarakat yang ada di Indonesia berbeda dari satu wilayah ke wilayah yang lain.
Yang menjadi pertanyaan adalah, benarkah standar miskin dengan pendapatan 48.000 per hari terlalu tinggi untuk Indonesia? Padahal, 48.000 belum tentu mampu mencukupi kebutuhan makan 1 orang dalam satu hari. Belum kebutuhan yang lain. Belum lagi, jika orang tersebut memiliki suami/istri dan anak.
Kita masih harus terus berbenah. Sangat ironis, jika sumber daya alam di Indonesia melimpah, tetapi mayoritas rakyatnya hidup dalam garis kemiskinan. Bahkan, hidup dalam kemiskinan yang ekstrim.
Selama ini, pengaturan pengelolaan kekayaan alam, hanya dikuasai oleh segelintir kapitalis dan sekelompok oligarki. Sudah saatnya, memperbaiki mekanisme pengelolaan yang merugikan rakyat ini. Sudah waktunya, kekayaan alam di Indonesia ini dikelola sepenuhnya oleh negara dan dikembalikan untuk menyejahterakan rakyat.
Alhasil, mengentaskan garis kemiskinan bukan dilakukan dengan mengotak-atik batas standar kemiskinannya. Akan tetapi, dengan memastikan kekayaan negara dapat terdistribusi secara adil kepada seluruh rakyat. Dipastikan, individu per individu rakyat mampu memenuhi kebutuhan primernya dan kebutuhan skundernya dengan batas yang ma'ruf.
Wallahu'alam bish showab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H