Pro dan kontra muncul seiring dengan wacana akan ditetapkannya pajak pendidikan
dalam Revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Demi menggejot pemasukan negara, pemerintah berencana menetapkan beberapa objek pajak baru. Salah satunya adalah pajak pendidikan. Meskipun belum diterapkan dalam waktu dekat, akan tetapi kebijakan tersebut sangat berpotensi untuk diterapkan di masa yang akan datang.
Di satu sisi, kebijakan penetapan objek pajak baru ini sungguh miris, sebab, beban ekonomi yang harus ditanggung oleh rakyat sudah sangat berat. Terpangkasnya pendapatan yang diperparah dengan adanya pandemi. Tingginya berbagai macam kebutuhan seiring penguasaan swasta atas aset-aset yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ditambah lagi, adanya wacana penetapan pajak dalam kebutuhan asasi.
Disisi yang lain, rencana penetapan pajak pendidikan ini, semakin membuka topeng kebobrokan sistem kapitalisme itu sendiri. Memang demikianlah cara negara berhaluan kapitalisme mengoperasikan kemudi sebuah negara. Semakin kentara himpitan sistem kapitalisme ini terhadap rakyat. Terlebih, pajak memang menjadi salah satu tumpuan utama dalam pendapatan negara kapitalisme selain utang.
Kapitalisme memandang segala sesuatu dengan sudut pandang untung-rugi, termasuk dalam memandang pendidikan. Pendidikan bukan dipandang sebagai sebuah pelayanan yang harus diberikan oleh negara untuk mencerdaskan rakyatnya. Akan tetapi, pendidikan dipandang sebagai salah satu objek yang bisa diperas untuk mendatangkan keuntungan.
Hal ini tentu berbeda dengan Islam. Di dalam Islam, pendidikan adalah bentuk pelayanan yang diberikan oleh negara secara cuma-cuma. Seluruh beban pembiayaan pendidikan, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, ditanggung oleh negara. Jadi, alih-alih memajaki sektor pendidikan, di dalam Islam, justru pendidikan mendapat dukungan dan pembiayaan dari negara sepenuhnya.
Pelayanan negara terhadap penyediaan pendidikan ini adalah manifestasi akan wajibnya hukum menuntut ilmu di dalam Islam, baik bagi muslim laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, negara memberikan fasilitas dan kemudahan agar setiap rakyat mampu menjalankan kewajiban menuntut ilmu tersebut.
Sungguh berbeda bagaimana sistem kapitalisme dan sistem Islam dalam memandang pendidikan. Lantas, bagaimanakah cara pandang Anda terhadap pendidikan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H