Mohon tunggu...
Lilik Prasaja
Lilik Prasaja Mohon Tunggu... -

Akademisi, Aktivis, Wirausahawan.\r\nLife's too complex to be explained.\r\n@lilikprasaja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lingkaran Setan Konflik Sektarian di Iraq

23 Desember 2011   06:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:51 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum lama sejak seluruh pasukan AS ditarik dari Iraq, kekerasan dan konflik politik sektarian kembali membara di Iraq. Mengutip editorial Kompas, Jum’at 23 Desember 2011, “saat jejak sepatu tentara AS yang ditarik keluar masih terlihat di bumi Iraq, negeri itu sudah masuk kembali ke “bibit” konflik sektarian”.  Sebuah ungkapan yang menegaskan bagaimana Iraq masih terperangkap dalam konflik yang laten. Konflik tersebut terjadi antarkubu sektarian yang sejak lama telah berseteru.  Sunni, Syiah dan Kurdi adalah tiga kubu utama di Iraq yang senantiasa berseberangan dari waktu ke waktu.

Sektarianisme merupakan masalah klasik yang jika dirunut dari sejarahnya terjadi sejak era khulafa ur rasyiddin di mana Syiah (Syiatul Ali,  Muslim “pentasbih” Ali)  mulai berkonflik dengan Sunni (Muslim “asli”, sesuai ajaran Muhammad). Syiah yang kemudian mempunyai basis kuat di tanah Persia kemudian melanjutkan perselisihannya dengan Sunni di sekitarnya. Pihak Kurdi muncul belakangan ketika wilayah konflik meluas ke daerah Kurdi. Seiring perkembangan, konflik yang terjadi tidak lagi berkaitan dengan keagamaan, melainkan kepada konflik politik dan kekuasaan. Setiap kubu menjadi basis politik untuk artikulasi kepentingan.

Ketika Saddam berkuasa, ketiga kubu tidak mempunyai kesempatan banyak untuk berkonflik. Berkuasanya Saddam dan Partai Ba’ath yang didominasi Sunni membuat kubu lain menjadi inferior dan perlawanannya dipandang sebagai perlawanan terhadap negara sehingga pantas untuk ditumpas. Salah satu penumpasan yang terkenal adalah pembunuhan etnis Kurdi yang kemudian ikut mengantarkan Saddam ke tiang gantungan.

AS datang membebaskan Iraq dari cengkeraman rezim Saddam Hussein yang lalim, namun gagal membentuk tata pemerintahan demokratis yang ideal di Iraq. Beberapa waktu setelah Saddam turun, konflik sektarian memuncak. Namun, kekerasan yang terjadi umumnya dilakukan oleh sisa-sisa kekuatan Partai Ba’ath dan tanzim Al Qaeda sehingga relatif bisa dikendalikan karena kubu lain cenderung patuh kepada AS. Hilangnya cengkeraman rezim membuat semua pihak menginginkan porsi kekuasaan yang layak. Bahkan ada kecenderungan untuk saling menguasai di antara ketiganya. Pemilu Iraq pertama setelah Saddam turun memberikan angin segar karena sistim baru terbentuk di bawah jaminan keamanan nasional dan stabilitas politik dari AS.

Namun, kondisi ekonomi yang buruk di AS serta desakan publik agar tentara AS ditarik dari Iraq membuat pemerintahan Obama memenuhi janji kampanyenya: menarik seluruh pasukan AS dari Iraq. Dalam pidatonya Obama menginginkan setiap tentara AS yang bertugas di Iraq untuk dapat merayakan natal bersama keluarganya di AS. Keputusan ini dipandang tepat mengingat Obama butuh simpati publik menjelang Pemilu 2012. Akhirnya, pada akhir Desember dipastikan seluruh tentara AS sudah ditarik dan keamanan diserahkan kepada angkatan bersenjata Iraq.

Penarikan tersebut mendapat reaksi positif dan negatif dari rakyat Iraq sendiri. Sebagian senang karena “sang penjajah” sudah pergi, sebagian lagi khawatir akan masa depan Iraq. Kekhawatiran yang muncul karena setiap kelompok yang berkonflik memiliki sayap militer yang siap menebar teror di Iraq pascahengkangnya pasukan AS. Kekhawatiran tersebut memuncak ketika konflik politik memanas di Iraq. Perdana Menteri (PM) Nouri Al-Maliki (Koalisi Negara Hukum-kubu Syiah) memerintahkan penangkapan Wakil Presiden Tareq Hashemi (Blok Iraq-kubu gabungan Sunni-Syiah) karena terlibat terorisme dan  memecat Deputi PM Saleh Mutlak (Sunni) karena menyebut Al Maliki seorang diktator yang lebih buruk dari Saddam.

Kekerasan muncul kembali dengan serangkaian ledakan di Baghdad yang menewaskan 63 orang. Ledakan ini merupakan peringatan keras kepada pemerintah Iraq tentang bahaya nyata konflik sektarian jika tidak ditangani dengan baik. Iraq bahkan bisa menuju kepada perang saudara jika eskalasi konflik tidak direm. Kuncinya adalah keinginan elit politik Iraq untuk berdialog dan mengutamakan kepentingan nasional daripada agenda sektarian. Namun, hal ini sepertinya sulit untuk terjadi mengingat semakin kuatnya pengaruh Iran (Syiah) di kawasan. Iran cenderung mendukung kubu Al Maliki sementara di sisi lain Arab Saudi (Sunni) ingin mewujudkan balance of power dengan mendukung kubu Sunni. Tinggal kita lihat, apakah elit politik Iraq masih bisa berfikir jernih di tengah panasnya konflik dan pengaruh negara-negara tetangga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun