Sistem perkuliahan daring di tengah pandemi adalah sebuah solusi sekaligus pelarian. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai solusi jikalau pihak Universitas atau Fakultas telah memeberikan input dan praktik skill dalam penetrasi berbagai fasilitas e-learning. pemantapan dalam soal fasilitas dan skill para pengajar menjadi salah satu standar penting dalam perkuliahan daring.Â
Sementara di lain sisi, dapat dikatakan sebagai pelarian jikalau proses perkuliahan yang terjadi dalam kebingungan, entah karena saran maupun skill minimalis dari para dosen. hal tersebut diafirmasi oleh banyaknya keluhan dari mahasiswa. Dikarenakan tuntutan segera melanjutkan proses pembelajaran, metode ralat dan galat atau trial and error terpaksa di terapkan. Selanjutnya, yang terjadi adalah para pengajar hanya dan selalu memberikan tugas online setiap kali jam pelajarannya, tanpa mengadakan tatap muka dengan menggunakan berbagai aplikasi yang ada.
Tanggung jawab utama dari para pendidik ialah  bahwa mereka tidak hanya sadar akan prinsip-prinsip umum pembentukan pengalaman saat ini dengan menciptakan kondisi lingkungan tertentu, tetapi mereka juga menerima dalam bentuk konkret hal-hal di sekitarnya yang sangat kondusif bagi perolehan pengalaman yang menuntun pada pertumbuhan dan pencapaian ilmu yang diperoleh peserta didik.Â
Namun, situasi sekarrang sangat memberi beban pada mahasiswa dan membuat pengalaman perkuliahan menjadi sesuatu yang membosankan, bahkan bisa sampai pada titik kejenuhan dan berdampak pada tidak berkualitasnya pendidikan yang diperoleh. Mahasiswa terengah-engah mengikuti proses pembelajaran. Dalam sekejap tugas menumpuk, mereka dituntut bertransformasi jadi pembelajar mandiri dalam waktu semalam.
Perkuliahan daring di tengah pandemi Covid-19 sering dikatakan sebagai kurikulum darurat. kurikulum ini bisa dikatakan sebagai babak baru dalam sistem pendidikan di Indonesia. Ketersediaan software atau piranti lunak, website, akses internet, listrik, gadget, dan komputer menjadi ciri khas implementasi model ini. Karakteristik proses pendidikan abad ke-21 selalu menemui tantangan dan juga sekaligus mendatangkan peluang baru. Gejala ini hadir sebagai konsekuensi dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Reformasi pendidikan yang berasal dari pengembangan model kurikulum virtual akan berdampak pada terciptanya sistem pendidikan gaya baru. Lyn Haas menegaskan bahwa pendidikan itu harus bersifat demokratis, yakni :pendidikan untuk semua. Hal tersebut senada dengan spirit pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, 'semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan". Dengan demikian, semua mahasiswa dan pengajar seharusnya memperoleh perlakuan yang sama, memberikan skill dan keterampilan yang sesuai dengan kemajuan teknologi terkini, kemampuan komunikasi global.
Semoga wabah Covid-19 ini tidak hanya membawa kepanikan di ruang publik. Namun, ini menjadi salah satu titik pacu bagi bangsa Indonesia, khususnya pemerintah dan kementerian terkait untuk berkonsentrasi penuh megarahkan seluruh anggaran pendidikan tahun ini untuk menciptakan kurikulum virtual, yaitu proses belajar mengajar via teknologi daring, sambil menyiapkan sarana prasarana pendukung, ketersediaan jejaring internet, manajerial demokratis yang berdaya saing, sampai pada keterlibatan masyarakat secara berkelanjutan. pemerataan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia menjadi kewajiban yang mesti diprioritaskan, sesuai amanat sila ke-5 Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia yang adil, artinya sama rasa atau satu rasa, proses pendidikan wajib memberi kenyamanan bagi seluruh peserta didik dan pendidik di seluruh wilayah Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H