Dalam pengertian klasik, dalam menunjang lingkungan tidak terlepas dari 2 peran, yaitu pertama, dalam peran keluarga, wanita memiliki andil besar. Disamping menjaga keutuhan rumah tangga, erat hubungannya dengan pembinaan generasi penerus, sesuai dengan kedudukan, tugas, kewajiban dan fungsinya. Sebagai anggota keluarga wanita sebagai subyek sekaligus obyek. Wanita mempunyai kemampuan dan tanggung jawab untuk menciptakan suasana keluarga yang mengarah pada rumah tangga yang sakinah.
Yang kedua, sebagai anggota masyarakat peran wanita menempati posisi sentral dan strategis dalam pengembangan lingkungan. Untuk itu kaum wanita memiliki beban dan peran multi dimensi, aktif dinamis dan kreatif dalam mengembangkan nilai-nilai positif, sekaligus mengeliminasi (mengikis) nilai-nilai negatif di lingkungan masyarakat sekitarnya. Disinilah, wanita punya peran kuat dan luas mendukung terciptanya pengertian emansipasi.
Emansipasi sendiri, menurut garis sejarah awalnya ditiupkan wanita Barat, yaitu suatu usaha kaum wanita memerdekakan diri dari cengkeraman kekuasaan kaum laki-laki dengan tujuan untuk mendapatkan haknya sebagai makhluk sosial. Dalam sejarah kaum wanita pada jaman jahilliyah, baik di Timur maupun di Barat, wanita dijadikan budak, dipermainkan bahkan diperjualbelikan. Namun dalam satu sisi, pengertian emansipasi yang dirujukkan wanita sering diartikan tuntutan kaum wanita untuk mendapatkan hak dan kedudukan yang sama dengan kaum pria dalam setiap aspek kehidupan. Penafsiran yang keliru inilah memungkinkan akan menjatuhkan nilai dan martabat wanita itu sendiri.
Dalam Islam, kedudukan wanita dengan jelas ditegaskan dalam Al Qur’an: bahwa orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. (Buka At-Taubat 71). Dengan demikian, jelaslah bila dikatakan wanita Islam sebenarnya lebih awal mengenal emansipasi. Sebab Islam sendiri memandang, bahwa esensi kemanusiaan wanita adalah sama dan setaraf dengan pria. Islam telah menentukan aturan-aturan kehidupan bagi pria dan wanita secara jelas sesuai dengan tabiat, naluri ataupun kodratnya. Demikian juga hak-hak wanita setara dengan pria, kecuali dalam prinsip tertentu, yaitu dalam alasan yang cukup yang cukup diterima oleh syara’.
Keterlanjuran kesalahan penafsiran pemahanan emansipasi dalam pertumbuhan pola hidup dan kehidupan wanita selama ini, justru akan menghilangkan makna peran wanita itu sendiri. Sebagaimana diketahui dengan gencarnya “teriakan emansipasi” yang ditiupkan negara Barat amat besar pengaruhnya terhadap perilaku kaum wanita, khususnya dengan masuknya arus globalisasi sekarang ini.
Di dalam era industrialisasi yang digencarkan saat ini peran wanita tidak terbatas lagi dalam wilayah birokrasi, akademisi, sosial, politik, bahkan keterlibatannya mulai merambah ke bidang lain yang lebih dinamis, menentang dan sensetif-ekonomi bisnis. Motif “profil oriented” wanita cenderung melepaskan dimensi kewanitaannya, yang konon, sebagai identitas dan citra diri. Bahkan pengertian “wanita karier” atau “wanita profesi” hampir melebihi ambang batas dan rancu.
Dari sinilah kondisi dan peran wanita kerap keluar dari ril dan tapal batas kawasannya, sehingga kerap menjadi sumber lahirnya berasumsi negatif, konsumtif dan destruktif. Bila hal ini terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan, akan lahir sebuah generasi yang mengarah pada dekadensi moral.
Selamat Hari Ibu, 22 Desember 2011