Sudah lama saya ingin menulis tentang ini, tapi karena banyak hal akhirnya baru sekarang saya kepikiran untuk posting. Isinya sih gak penting-penting amat, ya anggap saja memperbanyak sampah. Tapi gak apa-apa deh sampah juga bisa didaur ulang, lumayan bisa untuk penghasilan tambahan.
Lah kok malah ngomongin sampah ya? Haha mulai error nie si sayanya. Oke kembali ke hal yang ingin saya tulis yaitu tentang betapa Kompasiana ini sangat bermanfaat untuk kehidupan saya. Bukan karena kemudian saya menjadi penulis hebat atau saya menjadi kaya raya karena kompasiana. Bukan, bukan itu, tapi lebih dari yang telah saya sebutkan di atas tadi.
Saya penulis alakadarnya di kompasiana. Keberadaan saya mungkin hanya menjadi tim hore yang hanya suka akan kehebohan. Saya muncul dengan keootan saya, jangankan menulis kece. Tulisan saya saja benar-benar tidak berbobot. Kenal dengan admin? Tidak juga, yang saya tau hanya mas #Jet yang bila komen sukanya loncat-loncat.
Tapi walau begitu kemudian saya banyak berteman dengan banyak kompasianer. Orang yang mungkin hanya hadir dalam kehidupan khayalan bila saya tidak masuk ke kompasiana ini. Orang-orang ini dengan kehebatannya di dunia nyata, ternyata mau berteman dengan saya yang hanya seorang guru SD.
Ketika kompasiana error setengah meninggal. Kami mulai berkumpul dalam satu ruangan di WA. Kami bersuka cita, bercerita dan kadang hanya berchating gak jelas namun tetap membuat hati bahagia.
Sampai pada suatu hari, saya melahirkan seorang anak istimewa. Seorang ibu mana yang kuat menerima kenyataan bila anak yang dilahirkannya memiliki cacat bawaan yang tidak bisa disembuhkan. Terus terang saya hampir gila. Pekerjaan saya hanya menangis sepanjang waktu. Saya tidak berani untuk bicara, yang ada dalam pikiran saya adalah hal-hal jelek yang akan timbul dikemudian hari. Saya pun meninggalkan grup di mana selama ini saya berhubungan dengan para kompasianer yang mulai kehilangan tempat di kompasiana ini.
Apa dinyana, ternyata kawan-kawan kompasianer merasa ada yang aneh dengan saya. Mereka mulai mencari alasan mengapa saya out dari grup begitu saja. Dengan berderai air mata, mulailah saya menceritakan kesusahan hidup saya. Sahabat-sahabat kompasianer saya yang dalam kesehariannya adalah orang-orang penting, sangat berempati. Mereka tidak hanya menghibur, mereka juga menjadi tempat curahan hati saya. Tidak hanya itu, selain memberikan dorongan semangat untuk terus berjuang, mereka juga memberikan kasih sayang yang tulus.
Sebagian sahabat itu pun datang ke rumah sederhana saya. Memeluk saya lalu berjanji tidak akan pernah meninggalkan saya dan tidak akan merasa bosan walau saya terus bercerita tentang hal ini berulang-ulang. Mereka itu siapa? Saudara saya juga bukan, tapi mereka mengorbankan materi, waktu dan tenaga hanya untuk seorang ibu yang merasa hidupnya tidak beruntung. Mereka tidak hentinya membesarkan hati saya. Sehingga tidak membutuhkan waktu lama, sayapun kembali menjadi seseorang yang ceria seperti sedia kala.
Ah, Tuhan memang sudah merencanakan semua. Berkat kompasiana saya memiliki sahabat-sahabat hebat yang sangat berarti untuk saya dan keluarga saya. Berkat kompasiana juga saya tidak jadi gila.
[caption id="attachment_355996" align="aligncenter" width="480" caption="sama siapa ya?"]
[caption id="attachment_355997" align="aligncenter" width="314" caption="boldi"]
*mohom maaf untuk teman-teman yang potonya tidak terposing*
Kecup manja dari saya buat semua sahabat. Muaaaach
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H