"Kami merasa memiliki tanggung jawab untuk memecahkan ombak dan melawan arus serta membuktikan kepada semua orang bahwa kami dapat bersaing."
Kalimat heroik itu diucapkan Peter Schmeichel kala timnas Denmark membalikkan anggapan kebanyakan orang terhadap kemampuan tim yang dibelanya.
Rasanya, kalimat yang meluncur dari bibir sang legenda tidak berlebihan jika menilik ajaibnya perjalanan Denmark mengarungi Piala Eropa 1992.
Mestinya, materi pemain yang menghuni tim berjuluk Dinamit itu bikin mereka santuy aja. Publik tak akan mencibir seandainya di babak awal mereka harus tersingkir.
Hanya Peter Schmeichel--yang di kemudian hari dikenal sebagai salah satu tembok paling kokoh yang pernah menjaga gawang Manchester United--cukup masyhur masyarakat bola. Selain dirinya, hampir tidak ada pemain yang dikenal luas dalam dunia sepak bola.
Skuad Denmark kala itu dihuni oleh nama-nama "sekadarnya" semacam John Jensen, Brian Laudrup, dan Kim Vilfort. Bahkan, bintang yang menyala paling terang di Negeri Dongeng masa itu, Michael Laudrup, emoh bergabung lantaran berbeda pandangan dengan pelatihnya.
Bandingkan dengan nama-nama yang menggetarkan jagat sepak bola seperti Marco van Basten, Ruud Gullit, dan Frank Rijkaard yang membawa Belanda menjadi juara periode sebelumnya. Coba juga sandingkan dengan para anggota pasukan Panser Jerman seperti Juergen Klinsmann, Thomas Hassler, dan Andreas Brehme.
Jelas, tim Denmark bukan siapa-siapa di Eropa.
Tim Dinamit Harus Menempuh Jalan Sulit
Bukan hanya itu "masalah" yang mesti dihadapi para penggawa Denmark. Pasukan Dinamit pun harus tergopoh-gopoh berangkat ke Swedia, tuan rumah Piala Eropa 1992.
Mereka sama sekali tak menduga bakal berlaga di kejuaraan sepak bola tertinggi di benua Eropa. Keberuntungan itu singgah ketika UEFA mencoret keikutsertaan Yugoslavia dalam turnamen akibat peperangan yang melibatkan negaranya.