Mau bernostalgia? Yuk, mengenang sebuah kata ajaib yang merajalela di masa Orba.
Mengapa KBBI tidak "mengakui" adzan dan Maghrib? Bukankah kedua kata itu sudah populer dan akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia?
Memang benar, banyak istilah yang diserap lantaran popularitas mereka di tengah masyarakat. Namun, di luar itu, ada kaidah-kaidah yang berlaku.
Beberapa Kaidah dalam Penyerapan Istilah
Kita bisa mengunjungi EYD V untuk mengetahui kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Kita telah mengetahui bahwa Ejaan yang Disempurnakan edisi kelima (EYD V) merupakan tatabahasa Indonesia yang berlaku saat ini.
Berdasarkan Etimologi, kata azan dan Magrib berasal dari bahasa Arab. Dalam bahasa aslinya, kata azan bermula dari adzan yang mengandung huruf zal, sedangkan Magrib berasal dari Maghrib yang memiliki huruf gh.
Ketika memutuskan untuk menjadi pegawai kantoran, Anda harus bersiap diri menerima serbuan "makhluk asing" yang gemar merangsek ke kantor-kantor.
Nah, EYD V memberikan panduan untuk menyerap kata-kata yang mengandung kedua unsur tersebut. Begini aturan yang mendasarinya.
1. Huruf zai, zal, dan za (bahasa Arab) berubah menjadi z.
Mengikuti aturan ini, maka kata adzan diserap menjadi azan. Dalam kasus ini, huruf zal dalam bahasa Arab tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi huruf dz, melainkan z.
Ada contoh istilah populer lainnya yang mengalami proses serupa dengan azan. Kata ustadz yang juga diserap dari bahasa Arab berubah menjadi ustaz.
2. Gabungan huruf gh berubah menjadi g.
Menilik aturan itu, sudah jelas kata Maghrib harus berubah menjadi Magrib.
Kita bisa menemukan kata-kata dengan proses yang sama dengan penyerapan kata Magrib. Dua di antaranya adalah sorgum yang berasal dari kata sorghum, dan spageti yang diserap dari spaghetti.