Ingatan saya akan kisah-kisah menggelikan itu baru pulih tatkala saya mencermati topik Nostalgia Ramadan ini. Dan saya pikir, kisah-kisah itu bisa menjadi solusi atas kebingungan saya yang tak kunjung mendapatkan inspirasi, padahal saya punya keinginan untuk turut berpartisipasi menyumbang sebuah cerita dalam program Samber THR hari ini.
Kira-kira bagaimana ya, kelanjutan perburuan busana Lebaran pada Ramadan ini? Apakah masih akan tetap sama dengan Lebaran setahun yang lalu? Apakah kami akan tetap keringetan dan terlibat langsung dalam desak-desakan para pengunjung toko-toko yang menjual pakaian Lebaran?
Kali ini saya pesimis. Suasana masa pandemi sepertinya tak kan mengizinkan kerumunan semacam itu. Kalaupun ada, lebih baik kami menjauhinya. Jadi mungkin kami akan terbebas dari kerumunan yang cukup menyiksa.
Dan ini akan menjadi sebuah sikap pesimis yang menyenangkan. Sekarang saya bisa menepis bayangan berada dalam suatu kerumunan yang melelahkan.
Namun masalahnya, apakah hanya pandemi yang bisa memaksa kami untuk merealisasikan tekad menyudahi tradisi yang tak pernah terealisasi ini? Seperti yang kami lakukan pada tahun-tahun yang telah lewat, kali ini pun kami tetap memproklamirkan ikrar baru:Â
Tahun depan kami akan mempersiapkan diri lebih awal untuk menghindari berdesak-desakan dan membuang banyak waktu antre di toko hanya untuk mendapatkan sepotong dua potong pakaian. Bedanya, kami ingin merealisasikan tekad ini---semoga masih diberi kesempatan menjumpai Ramadan tahun depan--bukan karena dipaksa oleh adanya pandemi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H