Tergemap saya membaca sebuah tulisan yang ditayangkan sebuah media daring bola.com. Tulisan yang membahas sepenggal kultur Korea itu membawa ingatan saya mundur ke penghujung tahun 2019 yang baru berlalu. Ia menjadi penyebab ketertegunan saya.
Saya kembali mengingat sebuah artikel yang saya tayangkan di Kompasiana tepat pada hari terakhir sebelum kalender berganti. Tulisan yang mengulas kiprah Shin Tae-Yong, seorang warga Korea yang kini menjadi harapan masyarakat sepak bola Indonesia.
Ada keterkaitan antara bacaan itu dengan tulisan pemungkas saya untuk tahun 2019 ini.
3 Etika Menyebut Nama Orang Korea
Sesuai pemahaman yang saya peroleh dari tulisan tersebut, terdapat beberapa hal yang patut kita perhatikan dalam menyebut nama seseorang yang berasal dari Korea. Setelah mendapatkan sejumlah referensi lainnya terkait hal yang sama, saya menyimpulkan sedikitnya terdapat 3 hal yang harus kita cermati ketika hendak menyebut nama orang Korea.
Pertama, jangan keliru mengenali nama diri dan nama keluarga.
Berbeda dengan kebanyakan masyarakat dunia dalam penyusunan nama, orang Korea menempatkan nama diri pada bagian belakang sedangkan nama keluarga berada di depan. Sebagai contoh, dalam sebuah nama Shin Tae-Yong terkandung nama marga Shin dan nama diri Tae-Yong.
Dalam forum yang bernuansa formal, memanggil seseorang dengan hanya menyebut nama dirinya akan meninggalkan kesan tidak sopan. Dalam hal ini, tak layak kita menyebut Tae-Yong sebagai panggilan bagi sang pelatih. Sebaiknya kita sebutkan secara lengkap saja namanya, Shin Tae-Yong.
Kedua, perhatikan usia seseorang karena faktor ini ikut menentukan cara memanggil namanya.
Tak beda dengan kebiasaan kebanyakan masyarakat di negeri kita, masyarakat Korea juga sangat menghormati orang yang lebih tua. Kepada orang-orang yang berusia di atas kita, sangat tidak etis bila kita menyapa mereka hanya dengan menyebutkan nama diri yang tertera di bagian belakang nama seseorang.
Bahkan kabarnya, memanggil seseorang yang lebih tua dengan hanya menyebut nama depan alias nama keluarga pun dipandang kurang santun. Sepertinya serupa dengan budaya kita yang tidak biasa dengan sekadar menyebut nama tanpa embel-embel "Pak" bagi seorang laki-laki yang terhitung lebih senior dalam hal usia dibandingkan diri kita.