Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tak Hanya Ondel-ondel, Kesenian Daerah Lain Juga Kerap Dibawa "Ngamen"

18 Desember 2018   12:35 Diperbarui: 18 Desember 2018   20:27 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(megapolitan.kompas.com)

Bukan hanya Ondel-Ondel yang mengamen di jalanan Jakarta. Di daerah lain cukup banyak juga pengamen jalanan menggunakan atribut kesenian daerah setempat. Sebagai contoh yang pernah saya saksikan antara lain kesenian Jatilan dengan aksesori uniknya jaran kepang, Warok yang merupakan tokoh dalam kesenian reog dengan kolornya yang terkenal itu, musik kentongan khas daerah Banyumas dan sekitarnya, dan beberapa lagi yang lain.

Bahkan pernah juga saya menyaksikan orang-orang berpakaian Punakawan beraksi di median jalan. Punakawan adalah tokoh pewayangan yang biasanya tampil kocak, merupakan sebuah keluarga yang terdiri dari Semar dan ketiga anak-anaknya Gareng, Petruk dan Bagong. 

Meskipun kocak, keluarga Punakawan sering kali memberikan inspirasi dan teladan yang baik dalam hidup bermasyarakat. Dan Semar adalah sosok orang tua yang terkenal sebagai figur yang bijaksana.

Yang dilakukan oleh para pengamen ini tak sedikit pun mencerminkan karakter para Punakawan yang sebenarnya. Mereka hanya bergoyang-goyang dengan liukan tubuh yang asal-asalan.

Apa Penyebabnya?
Sebetulnya apa penyebab turunnya martabat kesenian daerah hingga hanya bisa beraksi di "panggung" jalanan? Apakah mereka sudah tidak layak tampil di panggung yang lebih terhormat?

Menurut saya ada beberapa kondisi yang membawa nasib kesenian daerah ke lapak-lapak recehan semacam itu. Kondisi-kondisi dimaksud utamanya berasal dari diri para pengamen jalanan yang memanfaatkan kesenian daerah sebagai sarana mencari makan. Selain itu, ada juga andil dari pihak lain.

Pertama dan yang paling utama adalah ketiadaan keahlian yang dimiliki oleh anak-anak jalanan itu. Pengamen jenis ini memainkan apa saja yang bisa dimainkan tanpa harus belajar atau berlatih.

Pengamen Ondel-Ondel, setahu saya, cukup memasukkan badan mereka ke dalam sebuah boneka besar dan berjalan dengan sedikit meliukkan badan. Asal Ondel-Ondelnya tampak goyang kanan goyang kiri, cukuplah. Iringannya pun sekadar bunyi musik yang keluar dari pelantang suara yang diseretnya di atas gerobak mini. Begitulah yang pernah saya lihat.

Waktu itu saya tengah mengikuti kegiatan pelatihan di Jakarta dan menginap di sebuah hotel di daerah Krekot. Awalnya saya pikir ada sebuah acara, mungkin semacam pawai budaya, kala sayup-sayup telinga saya mendengar suara musik khas Betawi dari kejauhan.

Begitu suara mendekat, saya agak terkejut dan baru tahu jika ternyata Ondel-Ondel telah dimainkan di pinggir jalan oleh pengamen. Sebuah Ondel-Ondel megal-megol sekenanya diiringi musik dari sebuah pelantang suara dengan kualitas bunyi yang cempreng. Saya saksikan seorang wanita, sembari menyeret semacam alat pengeras suara yang dikasih roda, menyodorkan wadah kecil kepada orang-orang yang ditemuinya, termasuk ke warung tenda tempat saya makan malam.

Kesenian lain pun mendapatkan perlakuan yang serupa. Saya cukup familier dengan sebuah kesenian yang dinamakan Jatilan yang berasal dari daerah Magelang, Jawa Tengah. Pengamen yang "menistakan" kesenian ini kadang-kadang cukup mengikatkan seutas selendang di pinggangnya, lalu jumpalitan di atas zebra cross demi segenggam uang logam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun