Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Bola

Tidak Memihak Itu Berat

10 Juli 2018   13:13 Diperbarui: 10 Juli 2018   13:08 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: gilabola.com

Selepas Jepang terhenti oleh Belgia di babak enam belas besar, saya tak lagi punya "kewajiban moral" untuk mendukung salah satu tim kontestan Piala Dunia. Sejak mula memang saya mengharapkan salah satu kesebelasan asal Asia bisa melaju hingga masuk empat besar dunia. Namun ternyata Jepang yang paling mendekati asa saya tumbang juga.

Kini saya menjadi penonton yang bahagia, hanya berharap suguhan nikmat selalu tersaji di layar kaca.  Saya tidak lagi terlalu peduli siapa yang akan berjalan mulus dan siapa yang tersandung. Bagi saya Belgia atau Perancis tak beda. Inggris dan Kroasia pun sama saja. Satu-satunya hal yang akan menjadi pembeda adalah permainan mereka.

Tanpa memihak kepada salah satu tim yang berlaga, saya akan terbebas dari kemungkinan stres dan sakit kepala. Siapa pun yang menang biar saja. Sikap condong kepada salah satu tim bisa membawa diri saya berlaku tidak sepantasnya.

Kadang-kadang saya menjadi tidak peduli apakah tim yang saya gadang-gadang mendominasi permainan atau justru amat minim penguasaan bola. Saya pun sering kali tidak mau tahu apakah gol yang diciptakan oleh tim jagoan saya berasal dari skema permainan yang ciamik atau sekadar hadiah gol bunuh diri yang dilakukan pemain belakang tim seterunya. Bahkan adakalanya tebersit keinginan salah seorang andalan tim lawan cedera atau terhukum kartu merah hingga mengurangi kekuatan mereka. Dan banyak lagi ketidakpedulian saya.

Saat---mungkin---banyak orang lain menangisi keterpurukan tim sekaliber Jerman, saya bergembira bersama suka citanya Son Hyung Min dan kawan-kawannya. Ketika Jepang banyak bertahan dan berhasil mencuri dua gol ke gawang Courtois, saya berharap skor itu bertahan hingga peluit panjang. Meskipun seandainya pasukan Jepang harus menjejerkan sepuluh orang di depan sang penjaga gawang Kawashima.

sumber gambar: sport.detik.com
sumber gambar: sport.detik.com
Dengan bergugurannya tiga Asia yang sempat memunculkan asa, saya tak akan lagi menanggung derita berkepanjangan. Derita akibat ketegangan selama sedikitnya sembilan puluh menit waktu pertandingan tak kan pernah lagi menyergap. Saya tak harus menekan keras-keras kepala saya dengan kedua tangan manakala striker tim kesayangan saya gagal menyarangkan bola. Saya pun tak akan lagi melunglaikan badan saya ketika menyaksikan kiper tim andalan saya memungut bola dari jala gawangnya.

Namun bayangan semacam itu tak mampu bertahan lama. Suasana hati nyaman seketika buyar saat Inggris melawan Swedia. Ternyata saya tak kuasa untuk konsisten berada di tengah-tengah mereka. Kecenderungan memihak pun kembali mengemuka. Hati saya lantas condong ke pasukan Tiga Singa. Beruntung sekali Inggris bisa berjaya.

 Setelah menyadari bahwa bersikap netral itu hal yang berat, saya kembali menebar harapan. Asa saya berikutnya, di semifinal Inggris bisa melewati hadangan Kroasia. Perasaan saya akan semakin lega bila kelak pada laga puncak perebutan juara, Inggris kembali bertemu Belgia untuk membalas kekalahan sebelumnya. Sekalian saya titip amanah kepada Kane dan kawan-kawannya untuk membalaskan sakit hati pasukan sakura.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun