Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Malam Ramadhan Kali Ini Berbeda

10 Juni 2018   06:13 Diperbarui: 10 Juni 2018   07:23 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: islampos.com

Setidaknya ada dua aktivitas di malam Ramadhan beberapa tahun terakhir ini yang tidak sama lagi dalam pandanganku dibandingkan malam-malam Ramadhan beberapa tahun silam. Kedua aktivitas itu adalah belanja dan buka bersama (bukber).

Beberapa tahun yang lampau, belanja dan bukber di malam Ramadhan tidak terlalu mengusik hatiku. Mereka semacam kegiatan-kegiatan yang umum dilakukan kebanyakan orang. Aku pun tidak merasa berdosa untuk mengikutinya.

Saat-saat itu, enteng saja aku menghadiri undangan bukber baik di lingkungan kerja maupun bukber lainnya. Bahkan dengan penuh semangat sesekali aku mengajak istri dan anak-anak menghabiskan waktu-waktu yang amat berharga itu hanya untuk duduk dan makan di restoran.

Tak jarang pula aku menyia-nyiakan malam bulan suci itu dengan mengajak anak-anak mengubek-ubek mal mencari baju koko dan peci. Maka, musik jedag jedug khas mal yang banyak mengisi malam Ramadhan kami, bukannya lantunan ayat-ayat dari kitab suci.

Maka, kesempatan meraup pahala yang amat berlimpah pun seketika sirna. Buka bersama di restoran menyebabkan salat Magrib dilakukan dengan kecepatan super. Bagaimana tidak, restoran bukanlah masjid. Ia dirancang untuk menampung ratusan pengunjung namun dengan kapasitas musala empat atau lima orang saja. Sudah pasti antrean mengular. Siapa pula yang tega berpanjang-panjang zikir dan doa di tengah tatapan mata sekian banyak manusia?

Bukan itu saja. Usai bukber umumnya berbarengan sama bubaran salat Tarawih. Bisa dipastikan berkah yang berlipat puluhan kali dari salat berjamaah di masjid tinggal bersisa sekadarnya buat diriku.

Begitu pun belanja. Keriuhan mal yang kurasakan terjadi bersamaan dengan khusyuknya orang-orang bermunajat kepada Sang Maha Pengampun di tempat lain. Di kala orang-orang memohon ampunan di hadapan Yang Maha Kuasa, aku dan keluargaku sibuk mencari diskon dan mematut-matut diri di kamar pas.

Bukan hanya keadaan diriku yang patut kusesali. Kondisi anak-anak pun setali tiga uang. Di mal, restoran dan musala sama-sama terdengar celoteh dan teriakan anak-anak balita. Bedanya, di mal anak-anak berlarian di kolong-kolong kapstok, sedangkan anak-anak di musala menyusup-nyusupkan badan mungil mereka di sela-sela saf orang dewasa. Anak-anak di restoran tidak sengaja menjatuhkan gelas, sementara anak-anak di musala tanpa sadar menubruk orang yang sedang tersungkur sujud.

Orang tua yang anak-anaknya berlarian di musala tengah mengajarkan kedekatan hamba kepada tuhannya ketimbang mengenalkan anak-anak pada budaya konsumtif di rumah makan atau pusat perbelanjaan.

Semoga saja anak-anakku yang kini beranjak remaja, tidak terlalu mengingat-ingat masa itu.

Kini aku berharap tidak akan ada lagi cerita belanja di malam Ramadhan. Cukup sudah kehilangan besar di masa lalu. Aku harus mampu menangkap kesempatan emas yang hadir hanya sebulan di antara dua belas bulan. Aku tak mau lagi menjadi pecundang di malam penuh berkah ini. Jikalau masih ada kebutuhan lebaran yang belum terpenuhi, ia tidak boleh merampas waktu paling berharga dalam hidup yang tidak kuketahui sampai kapan aku akan mengenyamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun