Contoh kasusnya adalah "bagaimana berkampanye sesuai dengan etika Pancasila?", maka jawabannya ada bermacam-macam, tetapi pada prinsipnya:
Berkampanyelah secara tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya jangan menggangu keamanan orang lain, jangan merugikan orang lain, hubungan dengan sesama manusia harus dijaga agar tetap baik, jangan sampai bentrok dengan masa partai lain. Langkah ini didasarkan pada sila ke-3
Peraturan berkampanye harus ditaati karena menaati peraturan berarti menaati diri kita semua. Langkah ini didasarkan pada sila ke-4
Pemilu dan khususnya berkampanye itu tujuan akhirnya adalah demi kesejahteraan dan kemakmuran hidup kita bersama, usahakan jangan sampai menghambat usaha-usaha menuju kemakmuran bersama. Langkah ini didasarkan pada sila ke-5
Ketahuilah bahwa semua perbuatan tidak baik yang berdalihkan Pemilu atau berkampanye selalu tidak lepas dari pengamatan Tuhan Yang Maha Kuasa. Langkah ini didasarkan pada sila ke-1
Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan. Tetapi politik adalah masalah seperangkat keyakinan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang untuk menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila. Itu tadi adalah pengertian "politik" yang ilmiah. Di samping itu ada pengertian "politik" yang non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya adalah demi kemenangan dalam kekuasaan, masalah nilai kemanusiaan tidaklah penting, kalau perlu "tujuan menghalalkan cara".
Nilai-nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu berbuat dan bertindak yang bertentangan dengan Pancasila, bahkan mungkin pula tersembunyi keinginan/ kehendak untuk mengganti Pancasila dengan dasar negara yang lain. Jelas ini tidak lah ilmiah, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Pancasila. Sejarah telah menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik yang demikian ini tidak akan dan tidak mungkin mendatangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dilihat dari segi "politik" dalam pengertiannya yang ilmiah ini betapa banyak politisi kita yang nampaknya "bermasalah".
Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan Presiden Sadam Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai nestapa dibaliknya itu pasti bukan cita-cita Sadam Husein sendiri. Demikian pula keakhiran presiden Soekarno dan presiden Suharto yang bisa dinilai "tidak nyaman" dengan berbagai masalah di baliknya itu pasti juga bukan cita-cita beliau.Â
Semua ini menunjukkan bahwa merealisasikan filsafat Politik secara benar yang dibuktikan dengan tetap berpegang pada etika politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh tidak mudah, dan oleh karenanya harus selalu diupayakan. Kalau tidak diupayakan dengan sungguh-sungguh, maka hambatan, kesukaran, dan godaan-godaan akan selalu membelokkan para politisi dan orang pada umumnya untuk menjalankan "politik" dalam pengertiannya yang tidak ilmiah, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Filsafat Politik Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H