Mohon tunggu...
Lilia Gandjar
Lilia Gandjar Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Penyuka dunia tulis menulis.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Saya Kira Hemat, Ternyata Miskin

18 Mei 2020   06:00 Diperbarui: 19 Mei 2020   04:31 1970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rainy days come for everyone

Kemalangan dapat menimpa siapapun tanpa terkecuali. Siapa pun, kapan pun, dimana pun, pernah alami masa-masa suram. Satu hal yang pasti, masalah hadir untuk ditaklukkan.

Ada pelajaran hidup yang dapat dipetik dari sesuatu yang pahit. Bukan tentang 'apa' masalahnya. Tetapi, bagaimana melindungi diri sekaligus menikmati masalah.

Menerima masalah sebagaimana adanya. Itulah yang saya tangkap dari 'new normal' yang sedang naik daun. Bagaimana seseorang beradaptasi terhadap perubahan.

Keamanan Finansial

Menjaga makroprudensial aman terjaga adalah tugas Bank Indonesia. Dengan seluruh stafnya, BI terbukti handal menjaga stabilitas sistem keuangan negara. Buktinya, hingga saat ini keamanan tetap kondusif. Harga barang dapat dikatakan stabil. Boleh dikatakan tidak terjadi inflasi.

Bayangkan, betapa sengsaranya kita jika terjadi inflasi. Bayangkan pula keadaan orang-orang yang kehilangan pekerjaan. Bayangkan mereka yang penghasilannya kecil apalagi yang tidak tetap. Lalu, renungkan apa artinya inflasi untuk mereka yang pensiun dan tidak mampu bekerja.

Bagaimana jika kondisi tidak pasti ini berlangsung lama? Untuk mengantisipasi krisis berkelanjutan, saya belajar untuk melek ekonomi. Betapa penting menjaga keamanan finansial dan stabilitas keuangan. 

Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa uang adalah salah satu tembok pertahanan seseorang. Dimana keamanan finansial menjaga ketenangan hati dan hati yang tenang menjauhkan seseorang dari penyakit. Maka dapat dikatakan, dengan uang seseorang dapat tetap sehat. Sebab usaha mempertahankan kesehatan membutuhkan uang.

Baca juga:

Bijak Healthcare di Tengah Ketidakpastian (Bagian 1)

Menjaga Stabilitas Keuangan

Sebagai warga negara Indonesia, tugas saya adalah ikut andil menjaga stabilitas sistem keuangan negara. Caranya, tidak update berita-berita hoax juga tidak menyebar isu yang meresahkan. Apalagi memberikan reaksi berlebihan, seperti memborong bahan makanan.

Kalap berbelanja menimbulkan jumlah 'permintaan barang' menjadi tidak rasional. Jumlah 'permintaan barang' yang tinggi dan 'ketersediaan barang' yang rendah menyebabkan inflasi. Dengan kata lain, harga menjadi tinggi.

Berdasarkan hukum 'permintaan barang' dan 'ketersediaan barang', jika ingin harga turun, maka kurangilah 'permintaan barang'. Begitu pula sebaliknya, jika ingin harga naik, maka perbanyaklah 'permintaan barang'. Sehingga, dengan mengurangi belanja dan hidup hemat, saya absen memberi andil pada jumlah 'permintaan barang'.

Bayangkan jika 4,9 juta orang Indonesia melakukan hal yang sama. Hidup hemat. Sedangkan hemat produksi tidak dapat dilakukan oleh industri. Mereka harus memproyeksikan jumlah barang produksi terhadap Return of Investment. 

Maka dampak dari hidup hemat adalah kita akan menikmati parade diskon. Asalkan pikiran tetap jernih saat belanja dan membeli apa yang diperlukan, pesta diskon akan kontinu.

Saya selalu membuat rencana belanja dan patuh pada daftar belanja. Kadang ini membuat putri semata wayang kecewa. Namun, merencanakan belanja adalah upaya mendidik anak untuk membeli apa yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan. Selain itu, mematuhi rencana belanja juga mengajarkan anak untuk berbesar hati ketika tidak mendapatkan keinginannya.

Bukan hanya blog-walking, tapi untuk mendapat harga yang termurah, saya melakukan shop-walking. Hanya membeli barang yang 'benar-benar' diskon. Itu yang saya terapkan ketika belanja dalam jumlah besar. Sehingga jumlah uang yang dihemat lumayan besar, tetapi kuantitas barang yang didapat banyak. 

Tidak jarang saya pun berburu produk alternatif agar mendapat harga yang paling murah. Namun tetap memperhatikan kualitas produk. Caranya dengan mengecek tabel komposisi.

Anggaran dana terbesar, saya alokasikan pada makanan. Penghematan dapat dilakukan pada beragam barang. Barang tersier bahkan dapat diabaikan, tapi makanan harus dibeli. Sebab makanan adalah salah satu faktor resiko kesehatan tertinggi. Faktor lainnya adalah kebahagiaan.

Saya hidup dengan anak berusia 7 tahun. Dimana makanan menjadi salah satu faktor kebahagiaan dan kepuasan hidup anak-anak. Untuk tetap sehat, saya memilih nutrisi yang seimbang. 

Memilih beragam makanan dan memvariasikannya. Dengan membeli bermacam-macam makanan yang berbeda dari waktu ke waktu, maka kebutuhan gizi kami tercukupi.

Baca juga:

Bijak Healthcare di Tengah Ketidakpastian (Bagian 2)

Anggaran terbesar kedua adalah kesehatan. Dana kesehatan preventif saya alokasikan untuk membeli vitamin dan suplemen makanan. Dana preventif sengaja dialokasikan sebab sakit itu sangat mahal. Sehingga saya menganggap tindakan pencegahan adalah payung kesehatan.

Baca juga:

Bijak Healthcare di Tengah Ketidakpastian (Bagian 3)

Berkebun menjadi pilihan untuk menghemat beban pengeluaran. Pertama, berkebun itu murah. Dapat dilakukan dengan sedikit biaya atau tanpa biaya. Yang diperlukan hanya tekad, konsistensi, bibit dan 'mau kotor'. 

Kedua, berkebun dapat dilakukan pada lahan sempit. Apalagi menanam sayuran. Ketiga, ada banyak jenis sayuran yang mudah ditanam. Misalnya saja, bayam, oyong, pare, timun, sawi, labu, ginseng, pepaya jepang, dan lainnya.

Itulah cara pasif saya bertahan dan melindungi keluarga dari krisis. Mengontrol aliran uang keluar, hidup hemat, dan hidup sederhana. Hanya membeli barang-barang yang dibutuhkan serta membatasi anggaran pokok untuk 2 item penting.

Secara aktif, saya memilih bersyukur dan menikmati krisis sambil berjuang. Memulai usaha kecil tanpa modal dan sesekali ada pekerjaan sampingan, semua itu berkat kemurahan Tuhan.

Dana Darurat

Istilah emergency fund atau dana darurat, kerap muncul di berbagai media saat krisis. Ini menimbulkan rasa ingin tahu, apa sih dana darurat itu. Ternyata dana yang dipersiapkan untuk menghapi masa-masa yang tidak pasti. Misalnya saja sakit, kehilangan pekerjaan, perang, krisis dan sebagainya. Atau bisa juga disebut dana cadangan.

Syarat dana darurat adalah mampu mencukupi kebutuhan hidup untuk beberapa bulan hingga satu tahun. Dana ini harus terpisah dari sumber keuangan harian. Sifatnya harus mudah diambil ketika dibutuhkan tiba-tiba.

Topik ini saya angkat sebab sejauh ini saya belum memiliki dana darurat. Dapat bertahan di saat krisis adalah suatu mujijat. Semata-mata karena kemurahan Tuhan. Sehingga dana darurat adalah agenda yang harus diperhatikan dan saya kerjakan.

Berikut ini adalah cara untuk mempersiapkan dana darurat yang dirangkum dari berbagai sumber. Semoga bukan hanya berguna untuk saya, tetapi juga untuk pembaca.

Tips Mempersiapkan Dana Darurat

  • Berhemat

Pantau pengeluaran dengan anggaran dan cash flow statement. Hentikan aliran biaya-biaya hidup yang kurang penting. Alihkan ke tabungan yang terpisah dari tabungan utama.

  • Jual barang-barang tidak terpakai

Pertama, cek lemari pakaian. Biasanya ada banyak item yang tidak terpakai dan dapat menjadi uang. Kedua, periksa gudang. Ubah barang-barang bekas menjadi uang kas.

  • Buat anggaran pengeluaran

Sisihkan uang dengan rutin untuk dana darurat. 

  • Tentukan target

Berapa besar dana darurat yang perlu disiapkan?

  • Buat rekening terpisah

Pastikan rekening ini dapat diakses kapan pun. Ketika krisis berikut terjadi, kita akan bersyukur memiliki dana darurat.

Dana Pensiun

Trend istilah berikutnya adalah retirement fund atau dana pensiun. Ini adalah dana yang harus dipersiapkan ketika seseorang merencanakan pensiun. Dana yang akan digunakan ketika tidak lagi mampu bekerja.

Menjadi tua dan tidak tidak produktif adalah hukum alam. Lewat krisis saat ini, saya jadi sadar betapa penting dana pensiun. Lihat saja data korban meninggal akibat Covid-19. Banyak korban yang usianya di kisaran umur pensiun.

Bayangkan, bagaimana bertahan hidup pada usia tersebut jika tidak disiapkan sejak dini? Menjadi tua itu bukan hanya hitungan bulan. Tapi bertahun-tahun hingga maut datang menjemput. Bagaimana caranya mempersiapkan dana pensiun?

Asuransi Pensiun atau Retirement Insurance. Itulah jawaban untuk mempersiapkan pensiun sejak dini. Membayar premi asuransi ibarat mencicil untuk hari tua.

Investasi lain yang cocok untuk dana pensiun adalah saham. Saham dapat bertahan selama 10 tahun walaupun dihantam inflasi. Atau sederhananya, investasi saham tetap untung sekalipun sedang krisis.

***

Itulah dua agenda yang harus saya dipikirkan. Bagaimana mempersiapkan Dana Darurat dan Dana Pensiun. Keduanya bukan tugas yang mudah. Butuh uang dalam jumlah yang besar.

Jangan-jangan penghematan di atas itu bukan hemat yang sebenarnya. Saya pikir hemat, ternyata miskin.

"Apakah seluruh rakyat Indonesia mampu mempersiapkan Dana Darurat dan Dana Pensiun?"

Barisan orang-orang yang cerdas berperilaku di tengah krisis, saya pikir akan penuh terisi. Budaya hidup hemat dan sederhana itu sudah mendarah daging bagi banyak orang Indonesia. Terlebih mereka yang kenyang dengan penderitaan.

Pengalaman saya di atas itu hanya bahan tertawaan mereka. Bahkan mungkin ada yang berkomentar, "Tahu apa kamu tentang kesulitan hidup. Saya lebih tahu. Saya kenyang makan asam garam kehidupan."

Tetapi ketika kriteria dinaikkan. "Ayo, yang sudah punya Dana Darurat silahkan berbaris di kanan." Saya yakin, jumlahnya jauh lebih sedikit dari barisan awal.

Bahkan ketika lebih dipersempit lagi. "Ayo, yang punya Dana Darurat dan Dana Pesiun silahkan memisahkan diri ke sebelah kiri." Saya sangat yakin, hanya ada beberapa orang disana.

Padahal ada masanya seseorang tertimpa musibah. Ada waktunya setiap orang menjadi tua. Bahkan tidak berdaya. Beruntung jika anak atau cucu dapat menanggung. 

Bagaimana jika keadaan ekonomi terus memburuk? Anak dan cucu tidak sanggup menanggung beban di luar beban keluarganya.

Apa salah menjadi tua? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun