Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu desa di wilayah Suku Tengger tepatnya di dataran tinggi pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur. Desa Wonokitri merupakan salah satu desa yang masih dengan teguh mempertahankan kebudayaan lokal daerah Tengger, selain antaranya terdapat Desa Ngadas (Kabupaten Malang) dan Desa Ngadisari (Kabupaten Probolinggo) yang juga masih bertahan. Upacara adat istiadat masih rutin dilaksanakan setiap tahun tanpa ada bagian yang dihilangkan, kedudukan dukun desa masih mewarnai hari-hari penting yang dilakukan masyarakat, serta tidak adanya masyarakat luar daerah yang bisa menetap diwilayah desa-desa tersebut merupakan faktor penting ketiganya dianggap sebagai desa adat.
Dilain sisi, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS) beberapa tahun terakhir berhasil memikat hati setiap wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang melihat keelokan panorama Gunung Bromo, berfoto ria ditengah luasnya lautan pasir dan bukit teletubbies atau hanya sekedar menikmati secangkir kopi sambil menyaksikan matahari terbit bersama teman-teman di bukit Penanjakan, bahkan selain itu masih banyak sekali tempat-tempat dengan tawaran yang tidak kalah mengasyikan. Ternyata banyaknya wisatawan yang datang tersebut, tentu berdampak pada masyarakat di desa-desa sekitar seperti di Desa Wonokitri.
Masyarakat mulai terbuka pemikirannya bahwa sektor pariwisata memiliki aspek positif untuk menambah penghasilan, sehingga banyak dari mereka berpindah profesi yang dulunya petani, menjadi pedangan kebutuhan wisatawan, penyedia tempat istirahat/penginapan, jasa travel jeep, dan warung-warung makan. Pemerintah mendukung dengan menyumbangkan ide-ide untuk pengembangan masyarakat, dan membentuk Desa Wonokitri sebagai Desa Wisata. Bahkan tahun ini, masyarakat khususnya para remaja di Wonokitri antusias menyambut lagi adanya julukan baru desa mereka sebagai Desa Edelweiss. Bisa dikatakan pengembangan di sektor pariwisata sangat diprioritaskan akhir-akhir ini.
Desa Wonokitri yang makin berkembang dan bertempat strategis karena merupakan desa paling ujung sebelum TNBTS kawasan Kabupaten Pasuruan, mengundang inverstor-inverstor dari berbagai daerah untuk berencana ikut mengembangkan sektor pariwisata, dengan membeli tanah-tanah warga dan membangun hotel atau tempat rekreasi baru dengan menjanjikan kemakmuran masyarakat Desa Wonokitri, seperti menambah lapangan pekerjaan dan mengundang banyak wisatawan agar datang berkunjung.
Namun sungguh haru, Desa Wonokitri tidak melupakan jati dirinya sebagai Desa Adat. Adanya suatu kepercayaan bahwa orang-orang asing yang datang akan mengikis kebudayaan mereka perlahan-lahan sehingga hal itu dilarang masih dipatuhi. Belajar dari desa-desa lain disekitarnya, yang sudah banyak dimasuki baik inverstor maupun orang-orang luar daerah yang menetap, dan hal itu benar adanya merusak kebudayaan lokal yang hidup bertahun-tahun, Desa Wonokitri lebih memilih kuat menahan keinginan adanya bangunan-bangunan besar menjulang tinggi dengan megah dan tawaran uang dari para investor.
Masyarakat menyadari bahwa mereka tidak perlu hal-hal mewah ada didesa mereka, kesederhanaan saja cukup namun itu hanya tentang milik mereka dan bukan orang lain. Pandangan bahwa mereka adalah pengusaha penginapan walaupun satu atau dua kamar saja lebih dipandang baik daripada harus menjadi pekerja biasa untuk orang lain di tempatnya sendiri. Inverstor dianggap malah sebagai pengambil uang-uang mereka, tanah-tanah dikuasai, dan penghasilan mereka disektor pariwisata akan berkurang karena mungkin saja wisatawan lebih memilih tempat nyaman dari inverstor yang dianggap lebih menjanjikan.
Namun sekali lagi, desa wisata membuat pemikiran masyarakat semakin terbuka kedepan, dan mungkin juga mereka akan lebih memilih adanya inverstor masuk untuk menunjang perkembangan. Hal ini perlu diatasi, dengan pemahaman-pemahaman dari sudut pandang Desa Adat Wonokitri. Menjaga kebudayaan lokal tentu akan menjadikan Indonesia semakin kaya bukan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI