Mohon tunggu...
lila podungge
lila podungge Mohon Tunggu... -

I love blogging and writing for blogs of course. So far, I got two blogs, in multiply and blogspot. Wish to join here

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Beethoven Virus

18 Februari 2011   23:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:28 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Another Korean dramaaaa…… wakakakakak…. Don’t get bored ya, guys. Maklum, lagi keranjingan Jang Geun Suk, jadi segala film yang ia bintangi jadi sasaran empuk untuk didonlot. Tapiiiiii….. di dalam drama sepanjang 18 episode ini suguhan utamanya bukan hanya tampang imut si JGS, tapi juga orkestrasi music klasik yang super keren, cerita yang penuh emosi dan juga semangat mewujudkan mimpi dan hasrat yang besar. Baiklah, saya mulai saja review yang mulai saya tulis meski saya belum selesai menonton keseluruhan dramanya.

Cerita berpusar pada sosok Conductor Kang Gun Wo, seorang maestro yang malang melintang di dunia conductor. Nama besarnya di Eropa ia tinggalkan, karena penolakannya tampil di depan presiden. Sinting. Yah, Kang Gun Wo, yang lebih sering disebut sebagai Kang Mae, memang mempunyai pribadi yang super duper menyebalkan, self centered, arrogant, aloof, dan yang jelas, lidahnya sama sekali tidak bertulang, alias kalo ngomong seenak wudel sendiri. (selama nonton, pengen banget nonjok ni orang saking gondoknya). Di balik lidah pedasnya, sebenarnya Kang Mae ini berkata jujur, apa adanya, saking jujurnya hingga sering melukai perasaan banyak orang.

Kepulangan Kang Mae ke tanah air, Korea, membawanya ke sebuah grup orchestra yang membutuhkan bimbingan seorang conductor. Tapi apa daya, kelompok orchestra yang terdiri dari berbagai macam latar belakang ini, meski beberapa diantara mereka adalah lulusan sekolah music, tapi tidak satupun diantara mereka yang pernah tercatat sebagai penerima penghargaan. Mereka semua amatir, yang bersatu dengan satu keinginan yang sama, tampil dalam sebuah panggung orchestra music. Karuan saja Kang Mae menolak mentah2 undangan sebagai conductor ini. Karena pride-nya yang tinggi saja, akhirnya Kang Mae sudi menerima anggota amatir ini dan menyulap mereka menjadi (seolah2) professional. Para anggota yang terdiri dari beragam usia dan karakter inilah yang menjadikan drama ini istimewa.

Selain sang maestro, ada pula peniup trumpet jenius nan imut (meski sedang niup trumpet, masih saja cakep hahahaha), Kang Gun Wo (nama sama, beda nasib). Kenapa jenius, mantan polisi lalu lintas ini sama sekali tidak mempunyai bekal music yang memadai, bahkan tak bisa membaca note balok. Segala music yang ia mainkan adalah hasil hapalannya. Kereeennn….

Du Ru Mi, pemain biola yang bertahun bermimpi main music di panggung bersama orchestra, yang begitu cinta dengan music namun harus menghadapi kenyataan pahit. Sakit kepala yang sering menyerangnya adalah indikasi tumor di kepalanya yang nantinya akan membuatnya tuli.

Kim Gab Yong, pemain oboe berusia senja dan terindikasi mengidap dementia atau Alzheimer, begitu bersikukuh bermain dalam kelompok orchestra ini meski napas dan ingatannya timbul tenggelam. Hubungan emosinya dengan Han Yi Deun, gadis SMA drop out yang temperamental sangat menyentuh. Saya sering berkaca kaca tiap kali scene adegan ada pada mereka. Contohnya saja ketika si peniup oboe ini tidak mengenal Yi Deun, yang disebut adalah nama asing yang ternyata adalah putrinya yang meninggal di usia remaja. Ketika akhirnya Yi Deun mau berpura pura sebagai Yong Ju, putri Gab Yong, membuat mehek2….. Huaaaaaaa……..

Ada pula seorang ibu rumah tangga yang begitu mendambakan bermain cello seperti latar belakang pendidikannya. Namun karena ibu mertuanya melarangnya bermain cello, dia menyimpan mimpinya dalam2. Baru setelah kematian ibu mertuanya dia kembali menekuni obsesinya ini. Betapa terluka hatinya ketika ia bermain di depan Kang Mae, komentar sadis yang ia dapat adalah, a piece of pooh.Emang iblis bener tu mulut maestro….

Selain suguhan drama kehidupan masing2 karakter, ada juga politik tai kucing wali kota setempat yang menyebalkan. Well, singkirkan saja cerita bagian ini. Yang jelas, bahagia, sedih, kesal, marah para pemain sangat mewarnai drama ini. Saya yang nonton juga sering terhanyut di dalamnya (Catat, jarang banget saya bisa nangis nonton drama korea). Perjuangan para anggota orchestra yang diberi nama Mouse benar2 diuji. Terutama adanya Kang Mae yang seperti setan membayangi mereka, antara memberi petunjuk dan cemooh membuat perasaan para anggota orchestra naik turun. Kisah cinta segitiga antara Kang Mae- Du Ru Mi- Kang Gun Wo tidak terlalu mencolok.

My comment

Saya beri bintang LIMA untuk Beethoven Virus. Horeeeee…. Akhirnya pecah juga rekor pemberian bintang untuk drama Korea dari saya. Well, selain ceritanya yang beda dari rumus drama Korea kebanyakan, music klasik adalah music yang saya sangat suka juga sangat jarang diangkat di sebuah drama. (ngga bakal bisa ditemukan versi sinetron lokalnya wkwkwkwk). Penjiwaan para pemainya top banget. Kang Mae yang dimainkan oleh Kim Myung min seperti bukan actor, melainkan seorang conductor yang main sebagai dirinya sendiri. Belajar menjadi conductor dari ahlinya selama 5 bulan benar2 memberi hasil yang memuaskan bagi aktingnya. Bibir tipisnya pas banget pas dia ngomong ‘ ‘sengak’. Hahahaha… dan ini kali pertama saya melihat tokoh yang bikin gondok adalah sebenarnya tokoh utama disini yang mempunyai sisi protagonist juga.

Beethoven Virus adalah drama ketiga JGS yang saya tonton. Dan hasilnya adalah, saya mau nonton dramanya yang lain lagi wakakakak…. Meski termasuk brondong, tapi JGS ini aktingnya bikin saya teriak ‘jeungmal johahe, JGS’. Gayanya ketika ia akhirnya menjadi conductor sangat mempesona. Ia seperti trans dengan music yang tengah ia pimpin. Rasa hormatnya pada sang guru yang tidak meu mengakuinya sebagai murid, begitu ikhlas ia perlihatkan. Sangat berbeda ketika ia tampil sebagai Hang Tae Kyung yang sombong tapi kocak serta penyanyi rock indi di Mary me, Marry. Meski sama2 di drama musical, JGS mampu membedakan antara satu peran dengan peran yang lain.

Selain dua bintang utama yang saya tulis diatas, saya juga ingin mengatakan bahwa drama ini sangat sesah mencari ‘lubangnya’. Maksudnya adalah, sering saya menonton drama Korea yang kalau dibahas lebih mendalam akan terbuka kemungkinan2 kejanggalan yang ada. Tapi disini, meski mungkin sebenarnya ada bagi pemerhati music klasik pada khususnya, konflik yang ada sangat rapat. Makanya susah untuk mencari lubangnya. Therefore, the drama deserves to get FIVE STARS. Plok plok plok….

Note: Menurut gossip para penggemar JGS, drama produksi tahun 2008 ini hampir bersmaan dengan produksi Boys Before Flowers. Dan katanya, kandidat utama sebagi Gun Jun Pyo adalah JGS, bukan Lee Min Ho. Tetapi karena JGS sudah teken kontrak dengan Beethoven Virus, peran Jun Pyo beralih pada Lee Min Ho. Kalo saya bilang, JGS seratus persen benar mengambil keputusan untuk main di drama ini dibanding BBF. Meski kalah popular dibanding BBF, tapi Beethoven Virus diatas segalanya. Menurut saya lo…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun