Mohon tunggu...
El
El Mohon Tunggu... Desainer - Menulis opini mengenai realita sosial dari lensa feminisme kontemporer

Wiraswasta di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan dalam Aksi #DipasungSemen: Emansipasi atau Manipulasi?

24 April 2016   00:22 Diperbarui: 24 April 2016   09:40 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Perempuan tidak lagi sebatas menjadi pendamping dalam ranah domestik maupun publik.

Dalam aksi #dipasungsemen minggu lalu (14 April 2016), perempuan secara khusus menempati fokus utama dan berada di baris terdepan berseberangan langsung dgn Istana Kepresidenan. Video liputan aksi mereka telah ditonton oleh audiens online sebanyak 4,674 kali melalui link youtube: https://youtu.be/e9ElAfl0y28

Mereka duduk, berdiri, dan bersuara di tengah-tengah ibukota, sebagai wakil dari warga Grobogan, suatu wilayah yang subur akan pertanian di Jawa Tengah.

Mereka menolak pabrik semen yang hendak dibangun di daerahnya, yang akan mengganggu sumber mata air dan kesuburan lahan mereka.

Mereka mendukung visi negara untuk mempertahankan tanah dan rumah mereka sebagai lumbung padi nasional. Mereka adalah pertama-tama perempuan sekaligus petani. Lebih dari itu, mereka melek dan sadar akan hak politik mereka sebagai warga negara, serta kewajiban mereka untuk memelihara keberlangsungan hidup bagi anak cucu mereka, dan bagi kelestarian alam.

Kehadiran mereka secara fisik memberi eksistensi kepada suara warga yang mereka wakili, mengejawantahkan impian dan masa depan anak-anak yang mereka lahirkan.

Kehadiran perempuan di dalam aksi akar rumput itu memberikan kekuatan bukan saja pada momen sesaat, tetapi merupakan sebuah gerakan keberlanjutan dari generasi sebelumnya yang selama ini tersembunyi di balik maskulinitas dialektika publik. Kehadiran mereka menembus berbagai batasan: batasan sosial dari daerah pedesaan ke pusat ibukota, batasan ekonomi dari kepentingan pertanian ke pemilik modal dan kepresidenan, serta batasan gender yang sebelumnya menempatkan perempuan di balik layar.

Pertanyaan menyangkut emansipasi terjawab dengan jelas oleh kesembilan petani perempuan ini. Mereka menjadi wajah kesetaraan gender di mana perempuan dan laki-laki beraspirasi bersama-sama. Mereka mengingatkan publik bahwa selama ini perempuan sudah dan selalu terlibat aktif dalam kehidupan pertanian. Mereka bekerja di ladang, bersentuhan langsung dengan dampak kerusakan lingkungan dan kekeringan air yang dihisap oleh pabrik-pabrik penguasa teknologi modern.

Di dalam aksi ini, perempuan tidak sendirian. Dapat kita lihat dari video liputan aksi #DipasungSemen, bahwa banyak rekan demonstran (mayoritas laki-laki) yang bekerja di balik layar,  mengurus transportasi, memberi perlindungan keamanan, mengantar makanan, bahkan menggendong serta memberi pendampingan dan semangat. Di dalam aksi ini, mereka - perempuan dan laki-laki - hadir secara berdampingan dengan perempuan sebagai aktor terdepan.

Publik lekas bersimpati ketika melihat perempuan secara terang-terangan menonjolkan realitas kehidupan masyarakat di lapisan terbawah di dalam piramida perekonomian. Mengapa? Mungkin karena selama ini perempuan dianggap sebagai warga kelas dua yang tak tahu menahu soal  permainan pasar bebas. Publik menyadari bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk menarik perhatian, termasuk perhatian dari para aparat, pejabat negara, pengamat, pemilik modal, dan juga para sukarelawan yang akan turut memobilisasi aksi seperti ini.

Pemikiran kritis menduga adanya sebuah wacana manipulatif di balik layar, apabila perempuan sekedar membaca naskah dan digunakan sebagai sarana. Jika perempuan belum sadar akan potensinya yang sungguh besar sebagai agen perubahan, mereka (dalam hal ini, perempuan) akan sekedar menjadi obyek dan hanya menjadi penonton atau pemeran lakon dari drama yang dibuat oleh kelompok lain.

Kesimpulannya, ibarat dua sisi koin yang sama, aksi yang diwakili oleh perempuan seperti #dipasungsemen ini bisa merujuk kepada dua modus, emansipasi dan manipulasi gender secara sekaligus. Tentunya aksi kesembilan perempuan yang dipasung sangat penting untuk menentukan masa depan pertanian dan roda perekonomian negara agraris seperti Indonesia. Tentunya perempuan telah mencetak sejarah akan kesejajaran mereka dengan laki-laki dalam kehidupan pedesaan maupun perkotaan. Namun, sangatlah penting kegiatan ini dijadikan sarana pembelajaran kritis mengenai dinamika sosial, ekonomi, dan peran gender. Agar tidak terjebak ke dalam ide-ide manipulatif, emansipasi sejatinya melibatkan perempuan dan laki-laki secara sejajar dalam dialog dan dalam pengambilan keputusan, lebih dari sekedar memberikan perempuan peran sebagai lakon utama layaknya sebuah drama.

Selamat hari Kartini dan hari bumi, 21-22 April 2016.

*tulisan ini dimuat di laman blog penulis. http://questionsandwonders.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun