[caption id="attachment_315837" align="alignleft" width="404" caption="ketiga pembicara social innovators talk #3"][/caption]
Bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, sekelompok anak muda memilih menghabiskan waktu bersama atau populer dengan istilah ‘ngabuburit’ dengan cara mengikuti kegiatan Social Innovator Talk, mini talkshow yang diselenggarakan pada hari Sabtu, 12 Juli 2014 kemarin di BCCF (Bandung Creative City Forum) Jl. Purnawarna no.70 Bandung.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Bandung Social Innovator Circle (disingkat “BASIC”) yang merupakan sebuah wadah berkumpul bersama para inovator sosialyang berada di kota Bandung.BASIC ini dibentuk atas kesadaran bahwa Bandungmerupakan kota yang kaya dengan kreativitas dan inovasi.Oleh karenanya, upaya membangunkolaborasi demi mencapai tujuan bersama tentang social impact merupakan sebuah inisiasi yang sangatmenarik dan patut dijalankan.
Kegiatan ini didukung oleh teman-teman Forum Indonesia Muda, Agritektur, IAAS lc Unpad, serta komunitas lain yang tergabung dengan BASIC. Kegiatan ini bukan yang pertama, melainkan yang ketiga kalinya. Kegiatan sebelumnya diusung dengan tema ‘Social Innovators Collaboration untuk Bandung Juara’ diselenggarakan pada 23 Februari 2014 dan yang kedua mengusung tema ‘How To Fund Your Social Venture’ diselenggarakan pada 21 Maret 2014. Tema Social Innovators Talk jilid 3 kali ini cukup spesifik memang, dengan mengangkat ‘pertanian’ dan ‘anak muda’ tema kegiatan kali ini berbicara tentang ‘Youth Agriculture in Action’.
Mengapa mengangkat tema tersebut, karena sejauh ini di negara agraris yang sektor pertaniannya sangat potensial, pertanian identik dengan pekerjaan para orang tua yang rentan dan tak memiliki pilihan pekerjaan yang lain. Sementara para pemuda lebih memilih pekerjaan lain yang menurut mereka lebih menjanjikan dan bergengsi. Banyak petani yang tak berdaya dan hidup dibawah garis kemiskinan.
Pengelolaan pertanian yang belum orientasi bisnis, mengakibatkan usahatani menjadi kurang menarik secara ekonomis, karena belum mampu memberikan jaminan sebagai sumber pendapatan untuk hidup secara layak. Proyeksi pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat pun menjadi tantangan dan alasan pemerintah harus impor pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang jumlah populasinya semakin meningkat. Belum lagi urbanisasi masyarakat desa yang mencari pekerjaan ke kota yang mayoritas adalah pemuda. Padahal pemuda pada dasarnya adalah bagian dari masyarakat yang sebagian besar hidup dari sektor pertanian.
Kabar baik untuk kita semua, ternyata masih ada anak muda yang peduli, peka pada potensi dan membuat pertanian menjadi keren! Seperti ketiga pembicara yang mewakili teman-temannya sharing mengenai creative agriculture yang mereka jalankan pada kesempatan acara kali ini. Masing-masing dari mereka adalah perwakilan anak muda yang mewujudkan ide menjadi kegiatan nyata yang berdampak positif serta melibatkan bagian dari masyarakat, selain itu mereka pun berani mengambil risiko dan tantangan serta setiap konsekuensinya. Materi yang disampaikan ketiga pembicara sangatlah menarik, unik, dan berusaha menjawab permasalah dan tantangan yang ada khususnya sektor pertanian, oleh karena itu akan penulis review di lain kesempatan, di artikel berbeda.
Pembicara pertama yaitu Galih Ikhsan mewakili teman-teman IAAS (International Association of student in Agricultural and related Sciences) lc UNPAD sharing mengenai kegiatan Agroschooling yang bertujuan mengenalkan dan memupuk tentang pertanian pada anak SD dengan cara yang menarik di kawasan sekitar kampus Universitas Padjadjaran di Jatinangor, dengan jargon ‘no farm, no food, no live’ Galih menunjukan kegiatan agroschooling digemari bahkan dinantikan anak-anak SD.
Kemudian pembicara selanjutnya Alfi Irfan kawan dari Bogor yang sengaja menyempatkan hadir untuk sharing mengenai Agrisocio sebuah social enterprise yang fokus pada pertanian dengan pendekatan social, economy, environment, education, dan technology. Fakta menarik yang dipaparkan Alfi adalah potensi pertanian di masa depan sebagai salah satu sektor yang berkontribusi besar pada GDP masyarakat dunia merupakan peluang sekaligus tantangan bagi kita, dan Agrisocio dengan salah satu karyanya yaitu Indorempah diharapkan mampu menajawab ‘gap’ antara potensi dan realitas yang ada.
Pembicara terakhir yang tidak kalah menarik dan unik justru, adalah Ronaldiaz atau yang familiar dipanggil Aldi mewakili teman-teman yang tergabung dalam komunitas Agritektur, backgroundnya sebagai arsitek tidak membatasi ketertarikannya pada pertanian. Aldi percaya salah satu cara berkontribusi untuk bangsa ini adalah dengan mengembangkan sektor pertanian sebagai potensi bangsa. Teman-teman Agritektur cukup heterogen, anak-anak muda dari berbagai latar belakang dan jurusan dari berbagai kampus di kota Bandung, mendeklarasikan sebagai komunitas kreatif Indonesia untuk membangkitkan kembali kejayaan pangan lokal dan petani lokal.
Terakhir ditutup dengan quotes dari bapak bangsa “Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa, apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka terjadi “malapetaka”, oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner” (Ir. Soekarno). Semoga spirit membangun pertanian ini bisa menginspirasi dan menular pada teman-teman yang hadir pada acara social innovators talk serta para pembaca tentunya. Kepedulian dan kesadaran akan pentingnya mengkonsumsi produk lokal juga harus disadari konsumen sebagai salah satu pelaku yang cukup berperan dalam rantai pasok pertanian, terutama menghadapi AEC, Globalisasi, dan tantangan lainnya di masa depan.
[caption id="attachment_315838" align="aligncenter" width="884" caption="foto bersama di Bandung Creative City Forum"]
dari Bandung untuk Indonesia,
Lika Lulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H